Senin, Maret 16, 2015

Jawabanku ke 1 untuk Ustadz Muhammad Fairouz Al Abqariy

Jawabanku ke  1 untuk Ustadz Muhammad Fairouz Al Abqariy   dari  UIN Syarif Hidayatullah Jakarta jurusan Ilmu hadis  , tinggal di Daerah Khusus Ibukota Jakarta
Dari Kota Bukittinggi

Mukaddimah:
Saya ucapkan terima kasih kepada Ustadz Muhammad Fairouz Al Abqariy  atas kritikna kepada tulisan saya yang menyatakan bahwa Imam Suyuthi menyatakan bahwa hadis Muallaq di Bukhari adalah lemah. Keritikan sang ustadz itu adalah benar dan saya saat menulis itu kurang pas di hati, maunya saya ganti dengan redaksi yang lebih baik tidak sampai terjadi. Jadi tulisan saya itu adalah sabqul qalam atau sudah terbawa oleh arus pena yang mengalir yang tidak sesuai dengan keinginan hati.
Tapi keritikan tidak sesuai dengan harapan saya, yaitu keritikan yang tepat. Kritikannya itu penuh dengan penyesatan, bukan mengarahkan yang lebih baik, keritikan banyak kekeliruan yang harus dibenarkan. Bukan kebenaran yang harus diterima dengan dada lapang. Dan inilah , saya tulis bantahannya semoga bermanfaat.  

Muhammad Fairouz Al Abqariy  menulis :
Pertama, Yai pakai Taysir Mushthalah Hadis Prof. Mahmud Thahhan, sbb; 
الْحدِيْثُ الْمُعَلَّقُ مَرْدُوْدٌ؛ ِلأَنَّهُ فَقَدَ شَرْطًا مِنْ شُرُوطِ اْلقَبُولِ، وَهُوَ اتِّصَالُ السَّنَدِ، وَذَلِكَ بِحَذْفِ رَاوٍ أَوْ أَكْثَرَ مِنْ إِسْنَادِهِ، مَعَ عَدَمِ عِلْمِنَا بِحَالِ ذَلِكَ الرَّاوِي الْمَحْذُوْفِ
 Hadits mu’allaq adalah tertolak karena tidak adanya salah satu syarat hadits maqbul (yang diterima) yaitu tersambungnya sanad. Karena dalam hadits mu’allaq ada satu rawi atau lebih yang dihilangkan, padahal kita tidak tahu keadaan rawi yang dihilangkan. (Taisir hal 85) 
#Apa hanya sampai di situ keterangan Prof. Mahmud Thahhan? Ana minta Yai Mahrus melanjutkan keterangannya. Ditunggu di halte lautan ilmu ^_^
++++++++++
Komentarku ( Mahrus ali ):
Anda minta di lanjutkan, kalimat kelanjutannya saya tidak setuju. Sebab, sang doktor memastikan sahih kepada  hadis muallaq  yang di katakan oleh Imam Bukhari dengan  sighat Jazm ( ketetapan ) sperti Qala , Dzakar, hakaa dll.
Kalau menurut saya, tidak bisa di pastikan seperti itu. Tapi harus di cermati lagi, Bukan dibiarkan lalu  kita ini ikut saja opo jare. Bagaimanakah kalau  salah, lalu kita ikuti. Mengapa  begitu,  karena  ini masalah agama  bukan masalah kekufuran. Bila  kita taklid buta begitu  saja, di hawatirkan  terjadi penyimpanangan yang menyesatkan  bukan kebenaran yang meluruskan.
Imam Syafii yang menyatakan :
لاَ تُقَلِّدْ دِينَك الرِّجَالَ فَإِنَّهُمْ لَنْ يَسْلَمُوا مِنْ أَنْ يَغْلَطُوا .
Dalam masalah agama,jangan ikut orang , sebab  mereka mungkin juga salah .
Imam Malik berkata :
إنَّمَا أَنَا بَشَرٌ أُصِيبُ وَأُخْطِئُ فَاعْرِضُوا قَوْلِي عَلَى الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ
        Aku hanyalah manusia, terkadang pendapatku benar, di lain waktu kadang salah . Karena itu, cocokkan perkataanku ini dengan kitabullah dan hadis Rasulullah
 Masih perlu dilihat segi redaksinya, kacau atau tidak. Beda dengan  hadis  yang lebih sahih lagi atau  tidak. Bila  tidak, redaksinya apa tidak termasuk munkar. Bila  munkar maka  harus  di tinggalkan.
وَذُو اخْتِلاَفِ سَنَدٍ أَوْ مَتْنٍ    مُضْطَرِبٌ عِنْدَ أُهَيْلِ اْلفَنِ
      Kekacauan sanad atau redaksi termasuk mudhtharib menurut ahli mustholah hadis.
Apakah redaksi hadis Muallaq   tidak berbeda  dengan al quran. Bila beda  dan tidak menemukan jalan keluarnya, maka tinggalkan dulu dan ambillah al quran.

سئل الشيخ ابن عثيمين ـ غفر الله له ـ: من الأصول التي يرجع إليها طالب العلم الشرعي أقوال الصحابة ـ رضي الله عنهم ـ فهل هي حجة يُعمل بها؟
فأجاب بقوله: قول الصحابي أقرب إلى الصواب من غيره بلا ريب، وقوله حجة، بشرطين:
أحدهما: أن لا يخالف نص كتاب الله تعالى أو سنة رسوله صلى الله عليه وسلم،
والثاني: أن لا يخالفه صحابيآخر.
فإن خالف الكتاب أو السنة فالحجة في الكتاب أو السنة، ويكون قوله منالخطأ المغفور.
وإن خالف قول صحابي آخر طلب الترجيح بينهما، فمن كان قولهأرجح فهو أحق أن يتبع، وطرق الترجيح تعرف إما من حال الصحابي أو من قرب قوله إلىالقواعد العامة في الشريعة أو نحو ذلك.

http://majles.alukah.net/t40468/
Syaikh Ibn Utsaimin – semoga Allah mengampuni dosanya ditanya : Termasuk patokan yang di jadikan rujukan oleh penuntut ilmu Syar`I adalah  perkataan – perkataan sahabat ra . Apakah ia  hujjah yang bisa di amalkan.
Beliau menjawab seraya berkata: Perkataan sahabat lebih dekat kepada kebenaran  dari pada perkataan orang lain tanpa diragukan lagi. Da perkataannya juga hujjah  dengan dua sarat.
  1. Tidak bertentangan dengan nas kitabullah  taala atau sunnah  RasulNya Shallallahu alaihi wa sallam
  2. Tidak menyelisihi dengan perkataan sahabat yang lain.

Bila bertentangan dengan kitab al Quran dan sunnah  Rasul , maka yang dibuat hujjah adalah al quran atau sunnah . Dan perkataannya  termasuk kekeliruan yang di ampun.
Bila perkataan sahabat itu bertentangan dengan perkataan sahabat yang lain, maka  harus di cari jalan tarjih antara keduanya. Barang siapa yang perkataannya lebih rajih , maka lebih berhak untuk di ikuti . Jalan tarjih telah dikenal  kadang dari  kondisi sahabat atau orang yang perkataannya  dekat dengan kaidah  - kaidah umum  dalam sariat  atau sesamanya.
http://majles.alukah.net/t40468/
Fakhruddin al Munadhir berkata:
فإذا تعارض متواتر مع آحاد قدمنا المتواتر، وهذا عند جميع الأصوليين.. مما يعني لو ان حديثا تعارض مع آية- قدمنا الآية ورددنا الحديث - إن كان الجمع بينهما مستحيلا-... وقد كان الإمام مالك يقدم عمل اهل المدينة عند التعارض مع حديث الواحد لأن عمل أهل المدينة في القرون المفضلة نقلي يبلغ عنده مبلغ التواتر.

Bila hadis mutawatir bertentangan dengan hadis Ahad, maka  kita dahulukan hadis Mutawatir . Pandangan ini menurut  seluruh Ushuliyiin  - termasuk  juga  bila hadis  bertentangan dengan ayat, maka  kita dahulukan ayat dan kita tolak hadis bila  sulit/ mustahil  di ambil jalan tengah. Sungguh  imam Malik mendahulukan perbuatan penduduk Medinah ketika konflik atau kontradiksi  dengan hadis seorang perawi . Sebab  prilaku  penduduk Medinah dlm abad – abad  yang utama termasuk masih naqli ( kutipan dari para sahabat/ boleh dikatakan masih orsinil ) yang boleh di katakan mencapai derajat mutawatir.
http://www.eltwhed.com/vb/showthread.php?2021
Sanad  hadis atau atsar muallaq di Sahih  Bukhari  dan Muslim  harus di telusuri sanadnya , ada  atau tidak di seluruh kitab hadis. Bila  sanadnya tidak ada, maka  bisa dikatakan lemah.  Hadis  sahih, mestinya menggunakan sanad yang  lengkap dan baik. Dan hadis  tanpa sanad di sahihkan jelas di salahkan. Hadis  sahih  itu harus bersanad yang layak untuk kreteria  hadis  sahih.
Bila ada sanadnya, maka masih perlu diteliti lagi apakah sanadnya itu terputus atau bersambung. Bila  terputus harus  di tinggalkan. Bila bersambung masih harus di teliti apakah  sanad yang gharib atau  tidak. Bila  gharib , sisihkan dulu menurut pakar ulama hadis yang dulu  dan ambillah hadis yang mashur. Bila tidak , maka telitinya  apakah salah satu perawinya ada yang cacat. Bila cacat yang sangat, maka tinggalkan. Bila  tidak cacat, apakah ada yang mudallis . Bila  ada, maka itu termasuk cacatnya. Bila  tidak ada mudallis, apakah ada yang tafarrud. Bila  ada, boleh jadi hadisnya itu munkar. Boleh  juga di cari pendukungnya. Bila  tidak ada, maka  bisa mengarah kepada kelemahannya. Bila ada pedukungnya, walaupun redaksinya  saja bukan  sanadnya, maka pilihnya pendukung itu.
عبد الفتاح الجزائري
الجواب : المعلقات في البخاري بعض الناس يعتقدون أنّ كل ما علّقه بصيغة الجزم فهو صحيح إلى ذلك المعلق عنه, وما علّقه بصيغة التضعيف فهو ضعيف ,لكن الحافظ ابن حجر العليم بهذه الأمور أكثر من غيره يرى أنّ فيما روي بصيغة الجزم قد يكون فيه الضعيف و ضرب لذلك أمثلة
http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=92040
Abd Al fattah al Jazairi pernah  menjawab masalah hadis muallaq sbb:
Sebagian orang punya perkiraan bahwa  seluruh  apa yang di ta`liq (  di riwayatkan tanpa sanad ) oleh Bukhari  dengan sighat Jazm di katakan sahih kepada perawi yang  di takliq itu. Dan hadis muallaq yang di ta`liq dengan kalimat Dhoif  yang dikatakan  lemah.
Tapi Ibn Hajar yang lebih alim tentang hal ini dari pada lainnya pernah berperdapat  bahwa  hadis muallaq yang di riwayatkan oleh Bukhari dengan Jazm pun masih ada yang lemah. Lalu beliau membuat  beberapa contoh tentang  hal itu.
 Jadi pernyataan Doktor Mahmud Thohhan tentang kesahihan hadis muallaq  di sahihain yang di riwayatkan dengan sighot Jazm adalah sahih, ternyata  beda dengan pendapat Ibnu Hajar . Dan saya pilih pendapat Ibnu Hajar karena obyektif dan pendapat sang doktor seperti orang yang bertaklid saja.
Anda menyatakan:
 Kedua, Yai Mahrus pakai Tadriburrawi al-Hafizh al-Suyuthi al-Syafi'i al-Asy'ari al-Shufi, sbb; 
Imam Asy Suyuthi didalam Tadribur Rawi berkata: 
(الرَّاِبعَةُ مِنْ مَسَائِلِ الصَّحِيْحِ (مَا رَوَيَاهُ) أي الشَّيْخَانِ (بِالإِسْنَادِ الْمُتَّصِلِ فَهُوَ الْمَحْكُوْمُ بِصِحَّتِهِ، وَأَمَّا مَا حُذِفَ مِنْ مُبْتَدَأِ إِسْنَادِهِ وَاحِدٌ أَوْ أَكْثَرُ) وَهُوَ الْمُعَلَّقُ، وَهُوَ فِي الْبُخَارِي كَثِيْرٌ جِدًّا، كَمَا تَقَدَّمَ عَدَدُهُ، وَفِي مُسْلِمٍ فِي مَوْضِعٍ وَاحِدٍ فِي التَّيَمُّمِ 
"Masalah keempat dari masalah masalah ash shahih : Apa yang diriwayatkan oleh Asy Syaikhan ( Bukhari dan Muslim ) dengan sanad yang bersambung maka dipastikan akan keshahihannya, adapun yang dihilangkan diawal sanad satu atau lebih dari rawi dan disebut sebagai mu'allaq maka didalam Al Bukhari terdapat banyak sekali sebagaimana jumlahnya telah disebutkan diawal, sedangkan dalam Muslim terdapat pada satu tempat didalam bab Tayamum." ( Tadribur Rawi hal 120 )
Lalu Yai Mahrus Ali menyimpulkan, sbb;
 Dari perkataan Imam Suyuthi jelas menyatakan bahwa hadis muallaq sekalipun dalam sahih Bukhari dan Muslim tetap di nyatakan tidak sahih
#Kesimpulannya kenapa bisa seperti ini Yai? Kan Imam Suyuthi belum selesai menjelaskan dan belum memberikan kesimpulan. Nah, setelah teks yang Yai Mahrus Ali tampilkan di atas, Imam Suyuthi masih memberikan beberapa contoh riwayat Mu'allaq dalam halaman yang sama pada kitab Tadriburrawi ini, sbb;
 وروى الليث بن سعد.........hingga..........وأكثر ما في البخاري من ذلك موصول في موضع آخر في كتابه، وإنما أورده معلقا اختصارا ومجانبة للتكرار. 
Komentarku ( Mahrus ali ):
Sebetulnya pernyataan Imam Suyuthi bahwa mayoritas hadis muallaq dalam sahih Bukhari , sanadnya sudah di sambungkan dalam kitab Sahih Bukhari sendiri ini perlu bukti yang nyata, perlu rechek. Mungkin benar, mungkin salah. Jadi harus di rechek terlebih dulu , apakah benar begitu.
Sebab Ibnu Hajar punya kitab sendiri untuk menyambungkan sanad hadis Bukhari yang muallaq dalam ktab tersendiri  sebanyak  5 jilid. Juga ada kitab Taufiq – kitab husus  untuk menyambungkan sanad hadis muallaq dalam sahih Bukhari. Hal ini menunjukkan  banyak  sekali hadis muallaq yang belum di sambungkan sanadnya  dalam sahih Bukhari. 
Makanya perlu di teliti lagi pernyataan pengarang kitab Tadrib bahwa mayoritas hadis yang muallaq dalam  sahih Bukhari  sdh di sambungkan sanadnya.
Ada hal yang penting , jangan di abaikan. Hadis muallaq di sahih Bukhari yang sanadnya di sambungkan itu belum tentu sahih, kadang lemah sebagaimana perkataan Ibnu Hajar kemarin “ Bahwa  hadis muallaq yang di riwayatkan oleh Bukhari dengan Jazm pun masih ada yang lemah. Lalu beliau membuat  beberapa contoh tentang  hal itu”.
أثر علل الحديث في اختلاف الفقهاء (ص: 55)
وبعضه يتقاعد عن شرطه وان صححه غيره أو حسنه وبعضه يكون ضعيفا من جهة الانقطاع
Sebagian dari hadis Muallaq dalam Bukhari di cantumkan  karena tidak sesuai dengan sarat Bukhari, sekalipun di sahihkan atau dihasankan oleh lainnya. Sebagiiannya juga  lemah karena sanad yang terputus.  Atsar ilal hadis  55

Kesimpulan:
Ibnu Hajar berrperdapat  bahwa  hadis muallaq yang di riwayatkan oleh Bukhari dengan Jazm pun masih ada yang lemah. Lalu beliau membuat  beberapa contoh tentang  hal itu.
Sebagian dari hadis Muallaq dalam Bukhari di cantumkan  karena tidak sesuai dengan sarat Bukhari, sekalipun di sahihkan atau dihasankan oleh lainnya. Sebagiiannya juga  lemah karena sanad yang terputus.  Atsar ilal hadis  55
Hadis muallaq di sahih Bukhari yang di sambungkan sanadnya belum tentu sahih.
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan