Kamis, Januari 31, 2013

Kang Said: Seni Dulu Baru Dzikir




Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj membuka acara "Pengajian Budaya dan Bedah Buku Atlas Wali Songo" dalam rangka Peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-87 NU, Kamis malam, yang bertepatan dengan tanggal 31 Januari 2013.

“Harlah NU kali ini diadakan kecil-kecilan. Nanti yang besar insya Allah diadakan pada 16 Rajab 1434 atau sesuai dengan penanggalan Hijriyah,” kata kata Kang Said di halaman kantor PBNU Jakarta yang disulap menjadi ruang pertunjukan.

Harlah kali ini dilaksanakan oleh Pengurus Pusat Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) yang membidik satu karya besar Agus Sunyoto yang diterbitkan oleh LTN sendiri, yakni "Atlas Wali Songo".

Kegiatan akan diadakan dua malam. Kamis malam LTN mengundang Emha Ainun Najib (Cak Nun) bersama Kiai Kanjeng-nya. Jum’at malam besok, digelar pentas wayang Sujiwo Tejo dengan lakon Sunan Kalijaga.

Kang Said, panggilan akrab KH Said Aqil Siroj mengatakan, kesenian tidak semata menjadi media dakwah, lebih dari itu dapat menjadi sarana dalam mendekatkan diri kepada Allah.

Mengutip pernyataan tokoh sufi Dzunnun al-Misri, guru Syekh Abu Yazid al-Bustomi, menurut Kang Said, seni merupakan suara kebenaran yang bisa mengantarkan kepada kebenaran.

“Jadi barangsiapa menuju kepada kebenaran harus melalui seni. Jadi mestinya seni dulu, kosongkan diri dulu, takholli, baru berdzikir,” katanya.

Namun kepada Cak Nun dan rombongan Kiai Kanjeng serta para undangan yang hadir, Kang Said mengingatkan, bahwa seni juga bisa melenakan manusia.
“Barangsiapa mendengarkan seni dengan sungguh-sungguh maka ia akan sampai pada hakikat. Tapi yang mendengarkan dengan nafsu akan jadi zindiq,” katanya.

Saat berita ini dimuat, Cak Nun bersama Kiai Kanjeng-nya naik ke panggung, didampingi Wakil Ketua Umum PBNU KH As'ad Said Ali dan penyusun Atlas Wali Songo Agus Sunyoto.

“Buku ini tonggak. Bukan hanya informasi. Tantantan-tantangan yang saya hadapi, saya peroleh jawabannya di sini. Tepuk tangan untuk Mas Agus yang luar biasa! Buku ini akan kita bawa ke mana saja Kiai Kanjeng pergi,” katanya.


Penulis: A. Khoirul Anam
Komentarku ( Mahrus ali): 
Kisah tentang wali songo banyak yang tidak akurat, murat – marit. Banyak kedustaan di dalamnya, sedikit sekali kejujurannya, banyak tambahan, juga banyak pengurangan lalu di arahkan bahwa wali songo itu juga ahli bid`ah bukan ahlis sunnah.

Prof. Hasanu Simon berkata:
Kehutanan di Jawa telah menyajikan sejarah yang amat panjang dan menarik untuk menjadi acuan pengembangan strategi kehutanan sosial (social forestry strategy) yang sekarang sedang dan masih dicari oleh para ilmuwan. Belajar sejarah kehutanan Jawa tidak dapat melepaskan diri dengan sejarah bangsa Belanda. Dalam mempelajari sejarah Belanda itu, penulis sangat tertarik dengan kisah dibawanya buku-buku dan Sunan Mbonang di Tuban ke negeri Belanda. Peristiwa itu sudah terjadi hanya dua tahun setelah bangsa Belanda mendarat di Banten. Sampai sekarang buku tersebut masih tersimpan rapi di Leiden, diberi nama "Het Book van Mbonang", yang menjadi sumber acuan bagi para peneliti sosiologi dan antropologi.
Buku serupa tidak dijumpai sama sekali di Indonesia. Kolektor buku serupa juga tidak dijumpai yang berkebangsaan Indonesia. Jadi seandainya tidak ada "Het Book van Mbonang", kita tidak mengenal sama sekali sejarah abad ke-16 yang dilandasi dengan data obyektif Kenyataan sampai kita tidak memiliki data obyektif tentang Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kalijogo, dan juga tentang Syekh Siti Jenar.
Oleh karena itu yang berkembang lalu kisah-kisah mistik bercampur takhayul, termasuk misteri Syekh Siti Jenar yang hari ini akan kita bicarakan. Kisah Walisongo yang penuh dengan mistik dan takhayul itu amat ironis, karena kisah tentang awal perkembangan Islam di Indonesia, sebuah agama yang sangat keras anti kemusyrikan.
Pembawa risalah Islam, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang lahir 9 abad sebelum era Wallsongo tidak mengenal mistik. Beliau terluka ketika berdakwah di Tha'if, beliau juga terluka dan hampir terbunuh ketika perang Uhud. Tidak seperti kisah Sunan Giri, yang ketika diserang pasukan Majapahit hanya melawan tentara yang jumlahnya lebih banyak itu dengan melemparkan sebuah bollpoint ke pasukan Majapahit. Begitu dilemparkan bollpoint tersebut segera berubah menjadi keris sakti, lalu berputar-putar menyerang pasukan Majapahit dan bubar serta kalahlah mereka. Keris itu kemudian diberi nama Keris Kolomunyeng, yang oleh Kyai Langitan diberikan kepada Presiden Gus Dur beberapa bulan lalu yang antara lain untuk menghadapi Sidang Istimewa MPR yang sekarang sedang digelar, dan temyata tidak ampuh.
Kisah Sunan Kalijogo yang paling terkenal adalah kemampuannya untuk membuat tiang masjid dari tatal dan sebagai penjual rumput di Semarang yang diambil dari Gunung Jabalkat. Kisah Sunan Ampel lebih hebat lagi; salah seorang pembantunya mampu melihat Masjidil Haram dari Surabaya untuk menentukan arah kiblat. Pembuat ceritera ini jelas belum tahu kalau bumi berbentuk bulat sehingga permukaan bumi ini melengkung. Oleh karena itu tidak mungkin dapat melihat Masjidil Haram dari Surabaya.
Islam juga mengajarkan bahwa Nabi lbrahim ‘Alaihi Sallam, yang hidup sekitar 45 abad sebelum era Walisongo, yang lahir dari keluarga pembuat dan penyembah berhala, sepanjang hidupnya berdakwah untuk anti berhala.
Ini menunjukakan bahwa kisah para wali di Jawa sangat ketinggalan jaman dibanding dengan kisah yang dialami oleh orang-orang yang menjadi panutannya, pada hal selisih waktu hidup mereka sangat jauh.
"Het Book van Mbonang" yang telah melahirkan dua orang doktor dan belasan master bangsa Belanda itu memberi petunjuk kepada saya, pentingnya menulis sejarah berdasarkan fakta yang obyektif "Het Book van Bonang" tidak menghasilkan kisah Keris Kolomunyeng, kisah cagak dan tatal, kisah orang berubah menjadi cacing, dan sebagainya.
Di katakan dalam artikel tsb sbb:


Barangsiapa mendengarkan seni dengan sungguh-sungguh maka ia akan sampai pada hakikat. Tapi yang mendengarkan dengan nafsu akan jadi zindiq,” katanya.
Komentarku ( Mahrus ali): 
Saya tidak paham dengan kalimat itu.

Saya Katolik, Saya Dukung FPI'




itoday - Seorang penganut agama Katolik bernama Lia Christine mengatakan mendukung keberadaan Front Pembela Islam (FPI).
Kepada itoday, Christine mengatakan, kehadiran FPI adalah untuk memberantas kejahatan.
Soal FPI yang kerap bersengketa dengan umat nonmuslim, Christine mengatakan hal itu tergantung umat yang dikorbankan. "Itu tergantung umat yang ‘dikorbankan’. Di daerah markas FPI ada 4 gereja berdiri dengan tenang dan damai. Itu hanya umat lain yang memang memancing. Saya tidak menutupi fakta yang ada di lapangan," tegas Christine, Senin (20/2).
Menurut Christine apa yang sudah dilakukan FPI untuk memberantas kejahatan tepat. " Hanya saja, mungkin lebih indah jika diiringi dengan aksi yang penuh kasih sehingga masyarakat tidak membuat kesalahan persepsi terhadap FPI," katanya.
Christine juga menyatakan sikapnya itu melalui jejaring sosial kompasiana.com. Berikut catatan Christine, yang berjudul “Saya, seorang Kristian Mendukung FPI”:
Siapa tak yang tak mengenal FPI? Tiga huruf itu adalah singkatan dari Front Pembela Islam. Ormas Islam yang sering dikait-kaitkan dengan ‘tradisi’ kekerasan. Pada dasarnya prinsip utama FPI adalah menegakkan Amar Maruf Nahi Mungkar [mengajak kebaikan dan memerangi kejahatan] tapi apa boleh buat, media sudah ‘berhasil’ mengekspos FPi dengan ‘budaya’ kekerasannya dan (kebanyakan) orang Indonesia sudah memberi nilai buruk terhadap FPI. Saya sebagai seorang Kristiani (penganut Katholik) sedikit miris ketika media memberitakan kekerasan-kekerasan yang dilakukan FPI. Dan saya pun sempat merasa tidak suka dengan keberadaan FPI di Indonesia. Mulai dari tragedi Monas, penutupan bar, demo anti miras, dll. Saya merasa bosan dengan kekerasan-kekerasan yang dilakukan FPI. Dan masyarakat pun seakan juga tak setuju jika FPI memakai ‘embel-embel’ Islam. Karena menurut mereka, Islam itu damai, mencintai perbedaan dan bukan kekerasan.
Seiring berjalannya waktu, tak terdengar berita tentang FPI. Tiba-tiba Indonesia dikejutkan dengan berita ‘Penolakan FPI di Palangkaraya’. Sejenak saya tercengang. Seketika itu pula saya mulai penasaran dengan FPI. Mengapa FPI sampai ditolak di Palangkaraya?. Saya mencari info-info.
Hingga saya mulai merenung, mengapa masyarakat tidak berpikir ‘apa yang melatarbelakangi FPI untuk melakukan kekerasan’. Sejak itu saya menyimpulkan, bahwa pasti ada sebab yang membuat FPI beraksi. Contohnya, saat FPI melabrak belasan anggota PDIP bertemu dengan mantan anggota PKI di Blitar.
Menurut saya, FPI telah berusaha menghilangkan keberadaan PKI sampai pada akar-akarnya. Dan itu saya setuju. Walaupun hanya bertemu ‘mantan’ anggota PKI, jika pertemuan itu terjadi berkala bisa memungkinkan PKI tumbuh kembali di Indonesia. Kemudian soal Demo Miras, itupun saya juga setuju. Pemerintah macam apa yang berani mencabut UU larangan Miras? itupun FPI masih disalahkan. Padahal jika langkah yang digagas pemerintah untuk mencabut

UU larangan miras, mau jadi apa negeri ini? jadi negeri yang menghalalkan miras?. Itu saja dua contoh yang ‘me-miris-kan’. Tidakkah media memberitakan ketika anggota FPI membantu mengevakuasi 70.000 korban tsunami Aceh? Tidakkah media memberitakan ketika FPI mendirikan posko bencana gunung Merapi?, sungguh aneh.
Dan pencarian info tentang FPI terus saya lanjutkan. Saya singgah di sebuah forum di internet yang notabene menghujat dan menolak FPI. Tapi ada satu komentar yang menarik menurut saya untuk dibagikan kepada member Kompasiana. User itu bernama adiet87smg, dia menulis:
“hidup d jman skrg emang aneh. kbodohan udh ada dmana2, orang mau berbuat baek aja susah. jadi inget tuh pas jamanx nabi. nabi aja pas dakwah n ngajak manusia kpd kebaikan, mlh beliau dilempar pke kotoran. gile bgt kand? sama kyak skrg, ngajak orng brbuat baik eh malah dimusuhin, dikutuk, n disuruh bubar. bner2 jman edan kali yak!”

Saya jadi teringat ketika ada demo penolakan FPI di bundaran HI. Kebanyakan dari peserta demo adalah kamum gay, lesbian, tuna susila, dan semacamnya. Wajar jika mereka menolak FPI, karena memang status mereka bertentangan dengan agama. Dan kagetnya lagi, saya mendapat info bahwa penggerak demo Penolakan FPI adalah Ulil Abshar Abdalla, fungsionaris partai Demokrat yang sedang terjerat kasus korupsi dan disebut-sebut juga sebagai anggota JIL [Jaringan Islam liberal]. Wow. Pantas saja Ulil Abshar Abdalla menggerakkan massa untuk menolak keberadaan FPI, karena FPI telah mencatut namanya sebagai salah satu oknum yang bersembunyi di Partai yang kebanyakan anggotanya sedang terjerat kasus korupsi. Tentang berita penolakan FPI di Palangkaraya, itu juga disebut-sebut sebagai upaya Ulil Abshar Abdalla untuk ‘memusnahkan’ FPI dari dunia ini. Padahal warga Dayak sendiri yang meminta FPI berdiri di Kalteng
Saya sebagai penganut Katholik, mendukung upaya FPI untuk memerangi kejahatan.
Penulis: Lia Christine


 Islam by www.itoday.co.id

Komentarku ( Mahrus ali): 
Di saat orang Kristen mendukung FPI, ahli bid`ah sangat memusuhinya dan orang – orang yang komitmen kepada al Quran sangat mendukungnya karena amar ma`rufnya yang sulit dicari tandingannya.
Media kafir sengaja membuat opini yang tak layak untuk FPI seolah FPI organisasi yang harus dibubarkan bukan di dukung atau dilestarikan. Kebanyakan  rakyat ini selalu mengikuti arah media massa kafir bukan media massa muslim> Karena kebanyakan mereka hanya melihat sesuatu tanpa dipikir yang jernih atau mendalam. Bahkan seolah ikut media massa kafir tanpa di godok dalam pikirannya yang sehat kedua kali. Ingatlah ayat:

فَلَوْلَا كَانَ مِنَ الْقُرُونِ مِنْ قَبْلِكُمْ أُولُو بَقِيَّةٍ يَنْهَوْنَ عَنِ الْفَسَادِ فِي الْأَرْضِ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّنْ أَنْجَيْنَا مِنْهُمْ وَاتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا مَا أُتْرِفُوا فِيهِ وَكَانُوا مُجْرِمِينَ

Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa Yunus 116

Rabu, Januari 30, 2013

Tarekat Syattariyah ke 1




                                             
Pembahasan:
1. Syattar dalam tarekat ini adalah para sufi yang telah mampu meniadakan zat, sifat, dan af'al diri (wujud jiwa raga).
2.Istilah Syattar sendiri, menurut Najmuddin Kubra, adalah tingkat pencapaian spiritual tertinggi setelah Akhyar dan Abrar
3.Tuhfat al-Mursalat ila ar Ruh an-Nabi, sebuah karya yang relatif pendek tentang wahdat al-wujud
4.Sedang kaum Syattar memperolehnya dengan bimbingan langsung dari arwah para wali.
5. Menurut para tokohnya, dzikir kaum Syattar inilah jalan yang tercepat untuk sampai kepada Allah SWT.
6. Bantahannya /
Poin pembahasan dan keritikan:
1.    Tarekat ini dari golongan syi`ah
2.    Mengajarkan manunggaling  gusti
3.    Bimbingan langsung dari arwah wali
4.    Kebid`ahan tehnis dzikirnya.


 Dalam sufinews.com. terdapat keterangan sbb:
Tarekat Syattariyah adalah aliran tarekat yang pertama kali muncul di India pada abad ke 15. Tarekat ini dinisbahkan kepada tokoh yang mempopulerkan dan berjasa mengembangkannya, Abdullah asy-Syattar.

Awalnya tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoksania (Asia Tengah) dengan nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Usmani, tarekat ini disebut Bistamiyah.

Kedua nama ini diturunkan dari nama Abu Yazid al-Isyqi, yang dianggap sebagai tokoh utamanya. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya Tarekat Syattariyah tidak menganggap dirinya sebagai cabang dari persatuan sufi mana pun. Tarekat ini dianggap sebagai suatu tarekat tersendiri yang memiliki karakteristik-karakteristik tersendiri dalam keyakinan dan praktik.

Hanya sedikit yang dapat diketahui mengenai Abdullah asy-Syattar. Ia adalah keturunan Syihabuddin Suhrawardi. Kemungkinan besar ia dilahirkan di salah satu tempaat di sekitar Bukhara. Di sini pula ia ditahbiskan secara resmi menjadi anggota Tarekat Isyqiyah oleh gurunya, Muhammad Arif.

Nisbah asy-Syattar yang berasal dari kata syatara, artinya membelah dua, dan nampaknya yang dibelah dalam hal ini adalah kalimah tauhid yang dihayati di dalam dzikir nafi itsbat, la ilaha (nafi) dan illallah (itsbah), juga nampaknya merupakan pengukuhan dari gurunya atas derajat spiritual yang dicapainya yang kemudian membuatnya berhak mendapat pelimpahan hak dan wewenang sebagai Washitah (Mursyid). Istilah Syattar sendiri, menurut Najmuddin Kubra, adalah tingkat pencapaian spiritual tertinggi setelah Akhyar dan Abrar. Ketiga istilah ini, dalam hierarki yang sama, kemudian juga dipakai di dalam Tarekat Syattariyah ini. Syattar dalam tarekat ini adalah para sufi yang telah mampu meniadakan zat, sifat, dan af'al diri (wujud jiwa raga).

Namun karena popularitas Tarekat Isyqiyah ini tidak berkembang di tanah kelahirannya, dan bahkan malah semakin memudar akibat perkembangan Tarekat Naksyabandiyah, Abdullah asy-Syattar dikirim ke India oleh gurunya tersebut. Semula ia tinggal di Jawnpur, kemudian pindah ke Mondu, sebuah kota muslim di daerah Malwa (Multan). Di India inilah, ia memperoleh popularitas dan berhasil mengembangkan tarekatnya tersebut.

Tidak diketahui apakah perubahan nama dari Tarekat Isyqiyah yang dianutnya semula ke Tarekat Syattariyah atas inisiatifnya sendiri yang ingin mendirikan tarekat baru sejak awal kedatangannya di India ataukah atas inisiatif murid-muridnya. Ia tinggal di India sampai akhir hayatnya (1428).

Sepeninggal Abdullah asy-Syattar, Tarekat Syattariyah disebarluaskan oleh murid-muridnya, terutama Muhammad A'la, sang Bengali, yang dikenal sebagai Qazan Syattari. Dan muridnya yang paling berperan dalam mengembangkan dan menjadikan Tarekat Syattariyah sebagai tarekat yang berdiri sendiri adalah Muhammad Ghaus dari Gwalior (w.1562), keturunan keempat dari sang pendiri. Muhammad Ghaus mendirikan Ghaustiyyah, cabang Syattariyah, yang mempergunakan praktik-praktik yoga. Salah seorang penerusnya Syah Wajihuddin (w.1609), wali besar yang sangat dihormati di Gujarat, adalah seorang penulis buku yang produktif dan pendiri madrasah yang berusia lama. Sampai akhir abad ke-16, tarekat ini telah memiliki pengaruh yang luas di India. Dari wilayah ini Tarekat Syatttariyah terus menyebar ke Mekkah, Madinah, dan bahkan sampai ke Indonesia.

Tradisi tarekat yang bernafas India ini dibawa ke Tanah Suci oleh seorang tokoh sufi terkemuka, Sibghatullah bin Ruhullah (1606), salah seorang murid Wajihuddin, dan mendirikan zawiyah di Madinah. Syekh ini tidak saja mengajarkan Tarekat Syattariah, tetapi juga sejumlah tarekat lainnya, sebutlah misalnya Tarekat Naqsyabandiyah. Kemudian Tarekat ini disebarluaskan dan dipopulerkan ke dunia berbahasa Arab lainnya oleh murid utamanya, Ahmad Syimnawi (w.1619). Begitu juga oleh salah seorang khalifahnya, yang kemudian tampil memegang pucuk pimpinan tarekat tersebut, seorang guru asal Palestina, Ahmad al-Qusyasyi (w.1661).

Setelah Ahmad al-Qusyasyi meninggal, Ibrahim al Kurani (w. 1689), asal Turki, tampil menggantikannya sebagai pimpinan tertinggi dan penganjur Tarekat Syattariyah yang cukup terkenal di wilayah Madinah.

Dua orang yang disebut terakhir di atas, Ahmad al-Qusyasyi dan Ibrahim al-Kurani, adalah guru dari Abdul Rauf Singkel yang kemudian berhasil mengembangkan Tarekat Syattariyah di Indonesia. Namun sebelum Abdul Rauf. Telah ada seorang tokoh sufi yang dinyatakan bertanggung jawab terhadap ajaran Syattariyah yang berkembang di Nusantara lewat bukunya Tuhfat al-Mursalat ila ar Ruh an-Nabi, sebuah karya yang relatif pendek tentang wahdat al-wujud. Ia adalah Muhammad bin Fadlullah al-Bunhanpuri (w. 1620), juga salah seorang murid Wajihuddin. Bukunya, Tuhfat al-Mursalat, yang menguraikan metafisika martabat tujuh ini lebih populer di Nusantara ketimbang karya Ibnu Arabi sendiri.
Martin van Bruinessen menduga bahwa kemungkinan karena berbagai gagasan menarik dari kitab ini yang menyatu dengan Tarekat Syattariyah, sehingga kemudian murid-murid asal Indonesia yang berguru kepada al-Qusyasyi dan Al-Kurani lebih menyukai tarekat ini ketimbang tarekat-tarekat lainnya yang diajarkan oleh kedua guru tersebut. Buku ini kemudian dikutip juga oleh Syamsuddin Sumatrani (w. 1630) dalam ulasannya tentang martabat tujuh, meskipun tidak ada petunjuk atau sumber yang menjelaskan mengenai apakah Syamsuddin menganut tarekat ini. Namun yang jelas, tidak lama setelah kematiannya, Tarekat Syattariyah sangat populer di kalangan orang-orang Indonesia yang kembali dari Tanah Arab.

Abdul Rauf sendiri yang kemudian turut mewarnai sejarah mistik Islam di Indonesia pada abad ke-17 ini, menggunakan kesempatan untuk menuntut ilmu, terutama tasawuf ketika melaksanakan haji pada tahun 1643. Ia menetap di Arab Saudi selama 19 tahun dan berguru kepada berbagai tokoh agama dan ahli tarekat ternama. Sesudah Ahmad Qusyasyi meninggal, ia kembali ke Aceh dan mengembangkan tarekatnya. Kemasyhurannya dengan cepat merambah ke luar wilayah Aceh, melalui murid-muridnya yang menyebarkan tarekat yang dibawanya. Antara lain, misalnya, di Sumatera Barat dikembangkan oleh muridnya Syekh Burhanuddin dari Pesantren Ulakan; di Jawa Barat, daerah Kuningan sampai Tasikmalaya, oleh Abdul Muhyi. Dari Jawa Barat, tarekat ini kemudian menyebar ke Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sulewasi Selatan disebarkan oleh salah seorang tokoh Tarekat Syattariyah yang cukup terkenal dan juga murid langsung dari Ibrahim al-Kurani, Yusuf Tajul Khalwati (1629-1699).

Martin menyebutkan bahwa sejumlah cabang tarekat ini kita temukan di Jawa dan Sumatera, yang satu dengan lainnya tidak saling berhubungan. Tarekat ini, lanjut Martin, relatif dapat dengan gampang berpadu dengan berbagai tradisi setempat; ia menjadi tarekat yang paling "mempribumi" di antara berbagai tarekat yang ada. Pada sisi lain, melalui Syattariyah-lah berbagai gagasan metafisis sufi dan berbagai klasifikasi simbolik yang didasarkan atas ajaran martabat tujuh menjadi bagian dari kepercayaan populer orang Jawa.
Bersambung................

Bentengi Diri Dari Ajaran Radikalisme





Berikut adalah penuturan kisah nyata oleh Mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Solo:
Dulu ketika saya masih duduk di bangku SMA yang saya ketahui tentang Islam di Indonesia adalah NU dan Muhammadiyah. Meskipun banyak juga kelompok-kelompok Islam lain yang saya sebatas tahu tapi karena kondisi mereka yang tidak sebesar NU dan Muhammadiyah sehingga dari pemahaman saya pribadi terhadap mereka juga kurang mendalam.
Kemudian ketika mulai muncul isu terorisme di Indonesia saya mulai tahu bahwa banyak di luar sana umat Islam yang berpandangan sangat keras ketika menyikapi permasalahan yang terjadi di zaman sekarang ini. Terutama jika permasalahan tersebut berkaitan dengan dunia barat (AS dan sekutu), neo-liberalisme, dan Yahudi. Dari situ kemudian juga berdampak kepada permasalahan antarumat bergama.
Setelah hampir 3 tahun saya hidup di Solo untuk menempuh pendidikan tinggi di sana, saya mulai mengerti bagaimana kondisi real tentang gencarnya doktrinasi Radikalisme Islam dari mulai grassroot hingga tingkatan paling atas. Saya paham betul khususnya di kampus (negeri) bagaimana doktrik-doktrin radikal tersebut dimasukkan ke otak para mahasiswa lewat berbagai kegiatan keagamaan.
Yang terjadi apa? Kampus diindikasikan sebagai wadah pencetak teroris. Pada tahun 2010-2011 tercatat beberapa PTN di Indonesia mahasiswanya terbukti berhubungan dengan berbagai kelompok pembaharu yang mengatas namakan Islam akan tetapi dengan ideologinya mereka menginginkan untuk membentuk sebuah Negara Islam Indonesia (NII) dengan cara-cara yang sama sekali tidak pernah diajarkan dalam agama Islam.
Dari hal tersebut kemudian bisa dirasakan bahwa dampak yang muncul yakni anti-pati, larangan, dan kecaman oleh para orang tua mahasiswa—khususnya mahasiswa baru—terhadap segala organisasi kegamaan di kampus. Mereka khawatir jika anak-anaknya terjerumus ke dalam radikalisme agama.
Saya dengan pandangan ke-Indonesia-an mencoba menelusur lebih dalam tentang tanah air, bagaimana di Indonesia itu dikenal sangat berbudaya, apapun yang ada di Indonesia adalah produk budaya, bahkan masuknya Islam di nusantara juga tidak lepas dari nilai-nilai luhur budaya nusantara itu sendiri. Itulah mengapa saya pribadi beranggapan bahwa pentingnya menjaga tradisi dan budaya dan melawan segala bentuk radikalisme agama yang akan menganggap segala tradisi dan budaya itu adalah hal yang menyesatkan.
Di Kota Bengawan ini saya belajar mengenal kondisi lingkungan dan masyarakatnya. Rutin seminggu sekali di Solo digelar JAMURO (Jamaah Muji Rosul) yang tempatnya berpindah-pindah. Di Solo dan sekitarnya Jamuro menjadi semacam “perlawanan budaya” terhadap menjamurnya gerakan Islam radikal yang mengibarkan semangat anti aqidah dan amaliah warga Nahdliyyin—karena saya orang NU—dan juga menggerogoti budaya-budaya leluhur Jawa dengan dalil penyesatannya.
Solo memang daerah di mana berbagai macam kelompok Islam berkembang dengan suburnya. Selain menjadi basis Muhammadiyah, di daerah ini juga ada Pesantren Al-Mukmin Ngruki pimpinan Abu Bakar Ba’asyir. Ada juga Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) pimpinan Ahmad Sukino.
Sebagai bagian dari masyarakat asli Indonesia dan juga bagian dari NU yang memang anti-radikalisme saya sangat prihatin ketika ancaman oleh radikalisme Islam itu semakin gencar dilakukan. Khususnya ini menjadi ancaman bagi 4 pilar kehidupan kebangsaan Indonesia, yaitu UUD 1945, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
KH Said Aqil Siradj selaku Ketua Umum PBNU pernah menyampaikan bahwa gerakan-gerakan Islam radikal itu merupakan ancaman bagi kita semua. Dan Indonesia yang multikultur akan terus eksis jika NU sebagai payung kebhinnekaan bangsa tetap berdiri kokoh menjadi kekuatan sosial keagamaan dan kebudayaan.
Ini jelas hal yang butuh diperhatikan secara lebih untuk kemudian disikapi dengan tindakan yang sesuai norma-norma yang ada. radikalisme Islam bisa dikatakan sebagai salah satu musuh bangsa yang harus dilawan dan jangan dibiarkan berkembang dengan leluasa. Karena mereka jelas tidak mau menghargai kearifan lokal yang ada di Indonesia ini. Yang padahal nilai-nilai budaya dan kearifan lokal itu lah yang membuat nusantara menjadi bangsa yang disegani.
Segala upaya-upaya untuk menangkal radikalisme harus dilakukan, pemerintah selaku penyelenggara negara harus berperan aktif dalam hal ini. Membentengi diri dengan ilmu agama yang tidak asal-asalan harus juga diperhatikan, jangan asal mau menangkap ajaran-ajaran yang tidak jelas asal-usulnya.
SARKUB.COM
(Dituturkan oleh Ahmad Rodif Hafidz, Mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di Solo seperti diberitakan oleh NU Online)
Komentarku ( Mahrus ali):
Ada tiga golongan di dunia ini, dimanapun dan kapanpun. Golongan yang radikal dalam mempertahankan dan memperjuangkan  jahiliyahnya dan radikal dalam mempertahankan dan memperjuangkan  ke islamannya. Ada juga kaum munafikin yang berada di tengah – tengah, tapi condong membela ajaran jahiliyah. Untuk golongan jahiliyah, maka  sekarang ini boleh di katakan golongan kufur, ahli bid`ah yang syirik. Boleh anda lihat ayatnya sbb:
إِذْ جَعَلَ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى وَكَانُوا أَحَقَّ بِهَا وَأَهْلَهَا وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا(26)
Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mu'min dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Al Fath.

الَّذِينَ ءَامَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا
Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah
 
Biasanya ahli bid`ah membela Thaghut anti orang - orang yang komitmen kepada Quran dan hadis
Dikatakan dalam artikel tsb sbb:
Ini jelas hal yang butuh diperhatikan secara lebih untuk kemudian disikapi dengan tindakan yang sesuai norma-norma yang ada. radikalisme Islam bisa dikatakan sebagai salah satu musuh bangsa yang harus dilawan dan jangan dibiarkan berkembang dengan leluasa. Karena mereka jelas tidak mau menghargai kearifan lokal yang ada di Indonesia ini. Yang padahal nilai-nilai budaya dan kearifan lokal itu lah yang membuat nusantara menjadi bangsa yang disegani.
Komentarku ( Mahrus ali): 
Aneh sekali, bila orang yang kometmen kepada Quran dan hadis di katakan radikal, lalu ahli bid`ah yang jelas menyimpang dari tuntunan di katakan muslim yang lurus. Ini salah kaprah yang harus di ingatkan bukan dibiarkan atau terus dikembang biakkan.

Dan kliklah 4 shared mp3 atau di panahnya.

 

HUKUMAN KORUPTOR DI SELURUH DUNIA


1 Di Inggris di tembak mati
2 Di Arab di potong tangannya
3 Di Amerika di tembak 100 kali
4 Di Malaysia di gantung
5 Di Cina di gantung di tonton oleh masyarakat banyak serta di miskinkan
6 Di Jepang pejabat yang Korup di hukum serta bunuh diri
7 Di Negara timur tengah( Arab) di potong tangannya
8 Di Uruguay di perangi
9 Di Indonesia di potong masa tahanannya terus bisa bebas dan masih nerima gajih bisa main hp laptop di LP makan enak, bisa keluar dulu, bisa jualan dulu.
10 Silahkan tambahkan,...

Sumber:http://www.facebook.com/lpcr.pasaman?notif_t=friend_confirmed

Selasa, Januari 29, 2013

Allahu akbar, 560 tentara rezim Suriah tewas dan luka oleh tiga serangan bom syahid Jabhah Nushrah di Qunaitirah




Muhib Al-Majdi
Selasa, 29 Januari 2013 09:00:36




(Arrahmah.com) – Sebagai pembalasan atas kebiadaban militer rezim Nushairiyah Suriah yang berulang kali membantai ribuan kaum muslimin di Damaskus dan Pinggiran Damaskus, Mujahidin Jabhah Nushrah melakukan serangkaian serangan bom syahid di propinsi Qunaitirah. Tiga buah bom mobil berkekuatan lebih dari 5 ton menghantam Markas Intelijen Militer dan posko pemeriksaan militer di kawasan Sa'sak, Qunaitirah pada Jum'at (25/1/2013). Selain menghancurkan markas dan posko pemeriksaan musuh, serangan ganda itu juga menewaskan dan melukai sekitar 560 tentara rezim Suriah, segala puji bagi Allah Ta'ala semata.
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang


Jabhah Nushrah - Penjelasan no. 208
Sebagai pembalasan atas pembantaian berulang kali di Damaskus dan pinggiran Damaskus, dan dalam rangkaian serial operasi "Awal keruntuhan"
Perang pengetatan cincin
Segala puji bagi Allah Rabb Yang Maha Kuat lagi Maha Mengalahkan. Shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada Rasulullah, Muhammad nabi yang terpilih, juga kepada keluarga dan semua sahabat. Amma ba'du.
Allah Ta'ala telah memberikan karunia kepada para ksatria mujahidin Jabhah Nushrah untuk menghantam salah satu pusat kekuatan terbesar rezim Nushairiyah Suriah di propinsi Qunaitirah yaitu Markas Intelijen Militer cabang Qunaitirah di kawasan Sa'sak, melalui operasi ganda yang berkwalitas dan peperangan yang cemerlang di negeri Syam yang diberkahi. Operasi tersebut mencakup empat tahapan:
Tahapan pertama: Pelaku serangan bom syahid sang pahlawan Abu Hamzah Al-Halabi masuk ke wilayah musuh dengan mobil yang membawa 1 ton bom, sebagai pembuka jalan bagi mobil kedua.
Tahapan kedua: Pelaku serangan bom syahid sang pahlawan Abu Hudzaifah Al-Halabi masuk dengan mobil yang membawa 4 ton bom dan meledakkannya dalam gedung Markas Intelijen Militer musuh.
Tahapan ketiga: Dua orang pahlawan, Abu Umar Al-Himshi dan Abu Bakar Asy-Syami, menerobos dan melakukan serbuan berani mati ke dalam markas musuh.
Tahapan keempat: Menghancurkan posko pemeriksaan militer di kawasan Sa'sak dengan mobil bermuatan bom yang dikendarai oleh sang pahlawan Abu Dhuha Al-Janubi.
Hasil operasi:
-  Sedikitnya 500 tentara thaghut Nushairiyah tewas dan terluka dalam serangan ganda terhadap Markas Intelijen Militer.
-  Sekitar 60 tentara murtad tewas dalam serangan yang menghancurkan posko pemeriksaan militer di Sa'sak.

Allah Maha Melaksanakan urusan-Nya akan tetapi kebanyakan manusia tidak memahaminya.
Jabhah Nuhsrah li-Ahli Syam
Dari Mujahidin Syam di Medan jihad
Bidang Media
Janganlah Anda melupakan kami dalam doa Anda

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam
Sabtu, 14 Rabi'ul Awwal 1434 H / 26 Januari 2013 M
(muhib almajdi/arrahmah.com)
Komentarku ( Mahrus ali): 
Bom syahid sedemikian ini tepat sasaran, karena yang di bantai bukan rakyat jelata yang tidak punya andil dalam perang, tapi militer thaghut sebagai pembela dan kaki tangannya. Seorang yang ingin kemenngan untuk mengalahkan thaghut dan tentaranya sudah tentu punya niat baik. Namun sayang mengapa tidak menggunakan remot kontrol saja, sehingga tidak terkesan bunuh diri. Ini masalah yang membingungkan para ulama bagaimana hukum orang tsb. Saya  sendiri masih sulit menentukannya dan saya katakan, wallohu a`lam.






Tekan Kriminalitas di Makkah dengan Mempekerjakan Orang Burma



Tekan Kriminalitas di Makkah dengan Mempekerjakan Orang Burma
Hidayatullah.com—Seorang pakar masalah keamanan Saudi mengatakan, pemberian pendidikan dan pelayanan kesehatan, serta lapangan kerja bagi komunitas Burma akan menekan angka kriminalitas di Makkah.
Dalam pernyataannya yang dikutip Arab News (27/1/2013) Mayjen Yahya al-Zayedi, bekas direktur Kepolisian Makkah, mengatakan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar bagi komunitas Burma (Myanmar) menjadi prioritas penting sebab orang-orang asing itu tidak memiliki dokumen resmi sehingga tidak dapat mengakses layanan pendidikan dan kesehatan, yang pada akhirnya menggiring mereka melakukan perbuatan kriminal seperti mencuri dan lainnya.
Orang-orang Burma, komunitas terbesar kedua di Makkah, tinggal di lingkungan kumuh seperti Al-Kidwah, Kudai, Al-Nakkasa, Al-Kankaria, Khalidiah-1 dan Al-Zuhur di daerah Misfalah.
Menurut Al-Zayedi, pertumbuhan populasi komunitas itu yang sangat cepat dalam sepuluh tahun terakhir ini menambah keadaan semakin buruk. Daerah tempat tinggal mereka menjadi lingkungan yang tidak tertata dengan baik, sehingga saat ini sudah perlu dilakukan perubahan di seluruh kawasan tersebut.
Selain menyediakan perumahan dan kebutuhan dasar lainnya, lebih jauh lagi komunitas Burma harus didata dengan sistem sidik jari. Hal ini akan memudahkan penyelidikan jika terjadi aksi kriminalitas di lingkungan mereka. Demikian menurut Al-Zayedi, seorang pensiunan perwira tinggi polisi di Makkah.
Al-Zayedi memuji langkah Gubernur Makkah Pangeran Khald al-Faisal yang dikabarkan telah melakukan tahap awal perbaikan kondisi masyarakat di lingkungan-lingkungan menegah ke bawah di wilayah kerjanya, dengan mengumpulkan data statistik kependudukan. Termasuk di dalamnya mengeluarkan izin tinggal bagi orang-orang Burma yang mencari pekerjaan secara legal.*
Komentarku ( Mahrus ali): 
Kaum muslimin yang tinggal di Mekkah harus mendapat keamanan, bukan di suruh pulang, dikejar polisi lalu di tanyai izin tinggal. Sebab,  ada yang mereka itu ingin tinggal di Mekkah, ingin ibadah, belajar ilmu agama disamping kerja untuk makan secukupnya. Hal ini sinergi dengan ayat:
وَإِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِلنَّاسِ وَأَمْنًا وَاتَّخِذُوا مِنْ مَقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ(125)
Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i`tikaaf, yang ruku` dan yang sujud".Baqarah

Senin, Januari 28, 2013

Hadis - hadis populer tapi lemah ke 46



Hadis Anas bin Malik ra berkata:  Rasulullah SAW  bersabda:
اَلأَنْبِيَاءُ أَحْيَاءُ فِي قُبُوْرِهِمْ يُصَلُّوْنَ رواه الحافظ أبو يعلى 



Hadis tsb  di sahihkan oleh al albani dalm Assahihah 621[1] Abd Rauf Al Munawi juga menyatakan sahih dalam kitab Faidhul qadir  401/3
Sanad hadis sbb:
Ahmad bin Abu bakar  bin Ismail Al bushiri berkata:
Abu Ya`la Al maushili berkata: Abul jahem Al azraq bin Ali  berkata:  Yahya bin Abu bakar  bercerita kepada kami,  lalu berkata: bercerita kepada kami Al mustalim bin Sa`id  dari Al hajjaj  dari Tsabit Al Bunnany  dari Anas bin Malik ra,  Rasulullah SAW  bersabda: …………………………………

Beliau berkata:
وَقاَلَ: لاَ نَعْلَمُ أَحَدًا تَابَعَ الْحَسَنَ بْنَ قُتَيْبَةََ عَلَى ِروَاَيِتهِ عَنْ حَمَّادٍ.
وَقَالَ: لاَنَعْلَمُ رَوَاهُ عَنْ ثَابِتٍ عَنْ أَنَسٍ إِلاَّ الْحَجَّاجُ
وَلاَ عَنِ الْحَجَّاجِ إِلاَّ الْمُسْتَلِمُ وَلاَ نَعْلَمُ رَوَى الْحَجَّاجُ عَنْ ثَابِتِ إِلاَّ هَذَا.
Kami tidak mengetahui  seorang yang meriwayatkan hadis yang mendukung riwayat Al Hasan bin Qutaibah  atas riwayatnya  dari Hammad
Tiada yang meriwayatkan dari Tsabit dari Anas kecuali Al Hajjaj
Dan tiada yang meriwayatkan  dari Al Hajjaj kecuali Al Mustalim,   dan kami tidak mengetahui orang yang meriwayatkan   dari Al Hajjaj dari Tsabit kecuali ini. [2]

اَلْحَسَنُ بْنُ قُتَيْبَةَ
Tentang  Al Hasan bin Qutaibah perawi hadis tsb:
قَالَ ابْنُ عَدِى: أَرْجُو أّنَّهُ لاَ بَأْسَ بِهِ.
Ibnu Adi berkata: Al Hasan bin Qutaibah,   aku berharap dia tidak apa – apa.
قُلْتُ: بَلْ هُوَ هَالِكٌ.
Saya kataakn: Dia orang yang binasa
قَالَ الدَّارَقُطْنِي فِي رِوَايَةِ الْبَرْقَانِى: مَتْرُوكُ الْحَدِيْثِ.
Daroquthni menurut riwayat Al barqani  befkata:   Hadisnya di tinggalkan
وَقَالَ أَبُو حَاِتمٍ: ضَعِيْفٌ.
Abu hatim berkata:   Dia lemah
وَقَالَ اْلاَزْدِي: وَاهِى الْحَدِيْثِ.
Al Azdi berkata:  Hadisnya lemah
وَقَالَ اْلعُقَيْلِى: كَثِيْرُ اْلوَهْمِ.
Al Uqaili berkata: Dia sering keliru. [3]
Para nabi yang sudah berbaring di dalam tanah makam bisa memberikan manfaat kepada kita  yang hidup di dunia. Ini yang perlu dalil yang pas.

Dan kliklah 4 shared mp3 atau di panahnya.
 



[1] Yas`alunak  272/6
[2] Ittihaful khiyarah al maharah 58/7
[3] Mizanul i`tidal 519 /1