Minggu, Mei 27, 2012

Peletakan pelepah kurma dikuburan, hadisnya dipertanyakan



Sayyid Sabiq menyatakan lagi:

. Menyiram kuburan dan menabur bunga-bunga atau menancapkan pelapah pohon diatas pusara karena hal itu termasuk tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir. Adapun perbuatan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika menancapkan pelepah kurma di atas dua buah kuburan yang sedang beliau lewati tidak bisa di qiaskan dengan tabur bunga, namun perbuatan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tersebut berkaitan dengan perkara-perkara yang ghaib karena pada saat itu Allah Subhanahu wa Ta'ala memperlihatkan kepada beliau keadaan penghuni dua kuburan tersebut yang sedang disiksa dan ini pulalah yang dipahami oleh para shahabat Radhiyallahu 'anhum dan tidak pernah diriwayatkan dari mereka bahwa mereka meletakkan pelepah pohon atau bunga diatas kuburan kecuali diatas kuburan Buraidah Al Aslami karena beliau berwasiat untuk diletakkan diatas kuburannya dua pelepah kurma -Wallahu A'lam- (Lihat Fiqhus Sunnah 1:299)

Jawabanku:
Imam Bukhori membikin bab  sbb:
بَاب الْجَرِيدِ عَلَى الْقَبْرِ
Bab pelepah kurma di kuburan.
   Tanda kuburan hanya dari pelepah kurma.
وَأَوْصَى بُرَيْدَةُ ْالأَسْلَمِيُّ أَنْ يُجْعَلَ فِي قَبْرِهِ جَرِيدَانِ
Buraidah al aslami berwasiat agar  kuburannya di beri dua pelepah kurma [1]
Pertanyaan:  Ada kuburan yang  nisannya di beri kain,bagaimana hukumnya?
Al albani berkata:
هُوَ أَوْصَى بِوَضْعِ جَرِيْدَتَيْنِ فِي قَبْرِهِ عَلَى أَنَّ اْلاَثَرَ لاَ يَصِحُّ إِسْنَادُهُ، فَقَدْ أَخْرَجَهُ الْخَطِيْبُ فِي تَارِيْخِ (بَغْدَادَ) (1 / 183 182) وَمِنْ طَرِيْقِهِ أَخْرَجَهُ ابْنُ عَسَاكِرَ فِي (تَارِيْخِ دِمَشْقَ) فِي آخِرِ تَرْجَمَةِ نَضْلَةَ بْنِ عُبَيْدٍ بْنِ أَبِي بَرْزَةَ اْلاَسْلَمِي عَنِ الشَّاهِ بْنِ عَمَّارٍ قَالَ: ثَنَا أَبُو صَالِحٍ سُلَيْمَانُ بْنُ صَالِحٍ اللَّيْثِي قَالَ: أَنْبَأَنَا النَّضَرُ بْنُ اْلمُنْذِزِ بْنِ ثَعْلَبَةَ اْلعَبْهَدِي عَنْ حَمَّادٍ بْنِ سَلْمَةَ بِهِ.
 Dia  berwasiat untuk meletakkan  dua pelepah kurma  di kuburnya. Pada hal atsar itu tidak benar. Ia juga  diriwayatkan oleh al-Khatib dalam sejarah (Baghdad) (1 / 183 182) Dari jalur Al Khathib, Ibn Asakir juga meriwayatkannya  di  dalam ( Sejarah  Damaskus) dalam riwayat hidup yang terakhir Nadhlah  bin Obaid bin Abi Barzah Aslami dari Shah bin Ammar berkata:  Bercerita kepada kami  Abu Saleh – Sulaiman bin Saleh  Al Laitsi berkata: "Bercerita kepada kami An nadhar  bin  Almundz bin Tsa`labah  Alabahdi dari  Hammad bin Salamah.

قُلْتُ: فَهٰذَا إِسْنَادٌ ضَعِيْفٌ، وَلَهُ عِلَّتَانِ: اْلاُوْلَى: جَهَالَةُ الشَّاهِ وَالنَّضَرُ فَإِنِّي لَمْ أَجِدْ لَهُمَا تَرْجَمَةً.
وَاْلاُخْرَى: عَنْعَنَةُ قَتَادَةَ فَإِنَّهُمْ لَمْ يَذْكُرُوا لَهُ رِوَايَةً عَنْ أَبِي بَرْزَةَ، ثُمَّ هُوَ مَذْكُوْرٌ بِالتَّدْلِيْسِ فَيُخْشَى مِنْ عَنْعَنَتِهِ فِي مِثْلِ إِسْنَادِهِ هٰذَا.
Aku berkata: "Ini adalah sanad lemah, memiliki dua illat: Pertama: Syah dan Nadhar   tidak di kenal, saya tidak menemukan kisah riwayat hidup  untuk mereka.
Dan yang lainnya:  An`anah  Qatada, mereka tidak menyebutkan riwayatnya   dari Abu Barzeh yang mudallis. Ada rasa takut  dari an`anah nya   dalam  sanad yang seperti ini.[2]

  Jadi Wasiat Buraidah al aslami itu lebih baik tidak di anggap  atau katakan sanadnya lemah. Bila di buat pegangan lalu di tiru akan mendatangkan kekeliruan yang sejak dulu membikin dosa bertambah. Jadi pemasangan  pelepah untuk tanda mayat tidak memiliki data akurat refrensi yang autentik.

Untuk hadisnya sbb:


عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ  مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ  عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ  إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ  يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ فَغَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً قَالُوا  يَا رَسُولَ اللهِ  لِمَ فَعَلْتَ هٰذَا قَالَ  لَعَلَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati dua buah kuburan. Lalu Beliau bersabda,”Sungguh keduanya sedang disiksa. Mereka disiksa bukan karena perkara besar (dalam pandangan keduanya). Salah satu dari dua orang ini, (semasa hidupnya) tidak menjaga diri dari kencing. Sedangkan yang satunya lagi, dia keliling menebar namiimah.” Kemudian Beliau mengambil pelepah basah. Beliau belah menjadi dua, lalu Beliau tancapkan di atas masing-masing kubur satu potong. Para sahabat bertanya,”Wahai, Rasulullah. Mengapa Rasul melakukan ini?” Beliau menjawab,”Semoga mereka diringankan siksaannya, selama keduanya belum kering.”
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini dikeluarkan oleh:
– Imam Bukhari dalam Al Jami’ Ash Shahih (1/317-Fathul Bari), no. 216, 218, 1361, 1378, 6052 dan 6055.
– Imam Muslim dalam Ash Shahih, 3/200-Syarah Imam Nawawi, no. 292.
– Imam Tirmidzi dalam Al Jami’, 1/102, no. 70. Dan beliau mengatakan,”Hadits hasan shahih.”
– Imam Abu Dawud dalam As Sunan, 1/5. no. 20.
– Imam Nasa’i dalam Al Mujtaba, 1/28.
– Imam Ibnu Majah dalam As Sunan, 1/125, no. 237.

Syaikh kami, Al Albani mengatakan dalam kitab Ahkamul Janaiz, hlm. 201, ”Ada beberapa perkara yang menguatkan (pendapat yang mengatakan), bahwa meletakkan pelepah di atas kuburan merupakan kekhususan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan peringanan adzab, bukan disebabkan pelepah kurma yang Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi dua.”
Syaikh Al Albani rahimahullah menyebutkan dalil, diantaranya hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu yang terdapat dalam Shahih Muslim rahimahullah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

أَنِّى مَرَرْتُ بِقَبْرَيْنِ يُعَذَّبَانِ فَأَ حْبَبْتُ بِشَفَاعَتِى أُنْ يُرَدَّ عَنْهُمَا مَا دَامَ اْلغُصْنَانِ رُطْبَيْنِ

Sesungguhnya aku melewati dua kuburan yang sedang disiksa. Maka dengan syafa’atku, aku ingin agar adzabnya diperingan dari keduanya, selama dua ranting ini masih basah.
Hadits ini, secara jelas menerangkan bahwa keringanan adzab itu disebabkan oleh syafa’at dan do’a Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan karena unsur basah (yang ada pada ranting itu, Pent), baik kisah Jabir Radhiyallahu ‘anhu yang sama ini dengan kisah Ibnu Abbaz Radhiyallahu ‘anhuma yang terdahulu, sebagaimana dirajihkan oleh Al ‘Aini atau ulama lain, ataupun dua kejadian yang berbeda sebagaimana dirajihkan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari.
Para Ahli Ilmu menjelaskan, bahwa ini merupakan satu kejadian khusus yang mungkin dikhususkan kepada orang-orang yang Allah perlihatkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tentang keadaan sang mayit.
Al Khathabi berkata dalam Ma’alimus Sunan, 1/27, mengomentari hadits ini,”Ini termasuk bertabarruk (mengharapkan barakah, Pent) dengan atsar dan do’a Beliau Shallallahu ‘aliahi wa sallam agar diringankan adzab dari keduanya. Seakan-akan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan waktu basahnya ranting itu sebagai batas dari permintaan keringanan adzab dari Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan karena pelepah basah memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki pelepah kering. Kebanyakan orang di banyak negara menanam pepohonan di atas kubur-kubur mereka. Saya lihat, mereka melakukannya tidak mengambilnya dari sisi ini.”
Syaikh Ahmad Syakir, dalam komentar beliau terhadap Sunan Tirmidzi, 1/103, berkata setelah hadits ini: “Benarlah (perkatanaan, Pent) Al Khattabi. Kebanyakan orang semakin menjadi-jadi melakukan amal yang tidak berdasar ini, dan berlebih-lebihan. Terutama di negeri Mesir, karena taklid kepada orang-orang Nasrani, hingga mereka meletakkan bunga-bunga di atas pekuburan, saling menghadiahkan bunga diantara mereka. Lalu mareka taruh di atas pusara keluarga dekat mereka dan teman mereka sebagai penghormatan kepada penghuni kubur, dan sikap berpura-pura baik kepada yang masih hidup. Bahkan kebiasaan ini menjadi setengah resmi dalam acara persahabatan antar bangsa. Engkau dapatkan, para pembesar Islam, jika berkunjung ke salah satu negara Eropa, (mereka) pergi ke kuburan para pembesar negera itu, atau ke kubur yang mereka sebut kuburan pahlawan tak dikenal, dan menabur bunga di atasnya. Sebagian mereka meletakkan bunga plastik yang tidak ada unsur basah padanya, karena mengikuti orang Perancis dan mengikuti perbuatan-perbuatan Nashara dan Yahudi. Para ulama tidak mengingkari atas perbuatan mereka tersebut, apalagi orang awam; bahkan engkau melihat mereka sendiri meletakkan di kuburan orang yang meninggal dari kalangan mereka.
Saya telah mengetahui, kebanyakan wakaf-wakaf yang mereka namakan wakaf khairiyah, ditanami pohon kurma dan bunga-bunga berbau harum, yang diletakkan di atas kuburan. Semua ini adalah perbuatan bid’ah dan mungkar. Tidak memiliki dasar sama sekali. Tidak memiliki sandaran dari Al Qur’an maupun Sunnah.
Para Ahli Ilmu wajib mengingkari dan memberantas kebiasaan-kebiasaan ini, sesuai dengan kemampuan masing-masing.”
Syaikh Muhammad Ja`far al Kattani menyatakan dalam kitab Nadhmul mutanatsir  50/1
وَرَدَ مِنْ طُرُقٍ كَثِيْرَةٍ مَشْهُوْرَةٍ فِي الصِّحَاحِ وَغَيْرِهَا عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ الصَّحَابَةِ مِنْهُمْ (1) أَبُوْ بَكْرٍ (2) وَعَائِشَةُ (3) وَأَبُو هُرَيْرَةَ (4) وَأَنَسٌ (5) وَابْنُ عُمَرَ (6) وَأَبُو أُمَامَةَ (7) وَابْنُ عَبَّاسٍ (8) وَيَعْلَى بْنُ مُرَّةَ (9) وَجَابِرٌ (10) وَعَلِيٌّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ وَيُشْبِهُ مِنْ أَجْلِ ذٰلِكَ أَنْ يُعَدَّ فِي اْلأَحَادِيْثِ الْمُتَوَاتِرَةِ وَلَمْ أَرَ اْلآنَ مَنْ عَدَّهُ مِنْهَا.
Diterima dari jalur yang  banyak yang terkenal di kitab – kitab hadis sahih  dan yang lainnya dari sekelompok sahabat, termasuk (1) Abu Bakar (2) dan Aisyah (3) dan Abu Huraira (4)  Anas (5)  Ibnu Umar (6)  Abu Umamah (7)  Ibnu Abbas (8) Ya`la bin Murrah u (9) Jaber (10) Ali bin Abi Thalib,Mirip sekali hadis tsb di masukkan ke dalam hadis mutawatir . Tapi  saya belum melihat hadis tsb di masukkan ke sana sampai sekarang.

    Komentarku ( Mahrus ali )
Kebanyakan jalur itu lemah. dan yang paling populer adalah jalur Ibnu Abbas,


Abul Muathi annuri berkata  dalam  kitab al Musnadul jami` 438/18

أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ 1/225(1980) قَالَ :  حَدَّثَنَا اَبُومُعَاوِيَةَ ، وَوَكِيْعٌ , الْمَعْنَى وَاحِدٌ. وَ"عََبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ" 620 قَالَ : حَدَّثَنِي  فَهْدٌ بْنُ عَوْفٍ ،  حَدَّثَنَا  عَبْدُ الوَحِدِ  بْنُ زِيَادٍ. وَ"الدَّارِمِي" 739 قَالَ :  أَخْبَرَناَ  المُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ ،  حَدَّثَنَا  عَبْدُ الوَاحِدِ  بْنُ زِيَادٍ. و"البُخَارِي" 1/65(218) قَالَ :  حَدَّثَنَامُحَمَّدٌ بْنُ  الْمُثَنَّى  ، قَالَ :  حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ  بْنُ حَازِمٍ (ح) قَالَ  ابْنُ  الْمُثَنَّى : وَ حَدَّثَنَا وَكِيْعٌ. وَفِي 2/119(1361) قَالَ :  حَدَّثَنَا يَحْيَى ،  حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِِيَةَ. وفي 2/124 (1378) قَالَ :  حَدَّثَنَا قُتَيْبَةَ ،  حَدَّثَنَا جَرِيْرٌ. وَفِي 8/20(6052) قَالَ :  حَدَّثَنَا يَحْيَى ،حَدَّثَنَا وَكِيْعٌ. وَ"مُسْلِمٌ" 1/166(603) قَالَ :  حَدَّثَنَا أَبُو سَعِيْدٍ اْلأَشَجْ ، وَأَبُو كُريْبٍ مُحَمَّدٌ  بْنُ اْلعَلاَءِ ، وَإِسْحَاقٌ بْنُ إِبْرَاهِيْمَ ، قَالَ  إِسْحَاقٌ:  أَخْبَرَناَ. وَقَالَ  الآخَرَانِ:  حَدَّثَنَا وَكِيْعٌ. وَفِي (604) قَالَ : حَدَّثَنِيهِ أََحْمَدُ بْنُ يُوْسُفَ اْلاَزْدِي ،  حَدَّثَنَا مُعَلَّى بْنُ أَسَدٍ ، قَالَ :  حَدَّثَنَا  عَبْدُ الوَاحِدِ. وَ"أَبُو دَاوُدَ" 20 قَالَ :  حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ بْنُ حَرْبٍ ، وَ هَنَّادٌ بْنُ السَّرِيّ ، قَالَ ا:  حَدَّثَنَا وَكِيْعٌ. وَ"ابْنُ مَاجَة" 347 قَالَ :  حَدَّثَنَاأَبُوْ بَكْْرٍ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ ،  حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ ، وَوَكِيْعٌ. والتِّرْمِذِيّ" 70 قَالَ :  حَدَّثَنَا     هَنَّادٌ  ، وَقُتَيْبَةَ ، وَأَبوُ كُرَيْبٍ ، قَالَ وَحَدَّثَنَا وَكِيْعٌ. وَ"النَّسَائِي" 1/28 ، وَفِي "اْلكُبْرَى" 11549 قَالَ :  أَخْبَرَناَ هَنَّادٌ بْنُ السَّرِيّ ، عَنْ وَكِيْعٍ. وَفِي 4/106, وَفِي "اْلكُبْرَى" 2207 قَالَ :  أَخْبَرَناَ هَنَّادٌ  بْنُ السَّرِيّ فِي حَدِيْثِهِ وَ"ابْنُ خُزَيْمَةَ" 56 قَالَ :  حَدَّثَنَا يُوْسُفُ بْنُ مُوْسَى ،  حَدَّثَنَا وَكِيْعٌ.
أَرْبَعَتُهُمْ (أَبُو مُعَاوِيَةَ مُحَمَّدٌ بْنُ خَازِمٍ ، ووَكِيْعٌ  ، وَ عَبْدُ الوَاحِدِ  ، وَجَرِيْرٌ) عَنِ  الأَعْمَشِ  ، قَالَ : سَمِعْتُ مُجَاهِدًا يُحَدِّثُ عَن طَاوُوْسَ ، فَذَكَرَهُ.
Diriwayatkan oleh Ahmad, 1 / 225 (1980) Bercerita  kepada kami: Abu muawiyah dan Wake`, Maksudnya sama. Dan " Abed bin  Humaid" 620 berkata: "Berbicara kepadaku Fahd bin Auf lalu  berkata: Berbicara kepadakami  Abdul Wahid bin Ziyad. Dan " Darimi" 739 berkata: "  Bercerita kepada kami Al Mualla  bin Asad, lalu berkata: Bercerita  kepada kami  Abdul Wahid bin Ziyad.
Dan "Al Bukhari " 1 / 65 (218) lalu berkata: Bercerita  kepada kami  Muhammad bin Al. Muthanna, lalu berkata: Bercerita  kepada kami Muhammad ibn Hazim (Pindah sanad )
Ibn al-Muthanna berkata:  Bercerita kepada kami  wake`   dan dalam 2 / 119 (1361)   berkata: Dikisahkan kepada kami oleh Yahya,   Bercerita kepada kami  Abu Muawiyah.  Dan dalam 2 / 124 (1378) dia  berkata: Bercerita  kepada kami  
Qutaybah, Bercerita kepada kami  Jarir. Dan dalam 8 / 20 (6052)  dia berkata: Bercerita  kepada kami Yahya, lalu berkata: Bercerita  kepada kami  waki`. Dan "Muslim" 1 / 166 (603)
berkata: Bercerita kepada kami  Abu Said  al Ashajj dan Abu kurep - Muhammad bin Ala, dan Ishak Bin  Ibrahim, Ishak berkata: Bercerita kepada kami. Dua lainnya berkata: "Beritahu kami waki`.  Dan dalam (604) dia  mengatakan: Bercerita kepada kami  Ahmed bin Yousuf Al Azdi, lalu berkata: Bercerita  kepada kami  Moalla bin Asad yang  mengatakan kepada kami: Bercerita kepada kami Abd al-Wahid.
dan "Abu Dawud" 20 lalu mengatakan kepada kami:  Bercerita kepada kami  Zuhair bin Harb,   dan   Hanad Ben Assirri. Kedua nya  berkata: Beritahu kami Waki`. Dan "Ibnu Majah," 347 berkata: Bercerita kepada kami  Abu Bakar bin Abi Shaybah, lalu berkata: Bercerita  kepada kami  Abu Muawiyah, dan Wakee.    Imam Tirmidzi, "70 mengatakan: Bercerita kepada kami  Hanad,  Qutaybah, Abu kurep, mereka  berkata:" Bercerita kepada kami Waki`.  Dan " Annasa`I " 1 / 28, dan " dalam kitab al kubro " 11 549 berkata:. "    Bercerita kepada kami  Hanad bin Assiri   dari Waki`.  Dan dalam 4 / 106, dan." Al Kubro " 2207 mengatakan:
" Bercerita kepada kami  Hanad bin Sirri dalam hadisnya. Dan"  Ibn Khuzaymah "56 berkata: Dikisahkan oleh Yusuf bin Musa yang  mengatakan kepada kami, waki`.
Empat dari mereka (Abu Muawiya bin Mohammed bin Khazem, Wakee, dan Abdul Wahed, dan Jarir )  dari Al a`mash, ia berkata: Aku mendengar Mujahid menyampaikan hadis  dari Thawus, lalu ia menyebutkan hadis itu.
  Komentarku ( Mahrus ali )
  Imam  Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu dawud, Ibnu Majah, Nasai, Ibn Khuzaimah
 Tirmidzi. Abed bin Humaid, darimi meriwayatkan  hadis pelepah kurma di tancapkan  di kuburan hanya dari Mujahid – satu orang perawi inilah sumber mereka. Dari dia  di berikan kepada satu orang lagi yaitu Al a`masy.
-     قَالَ  التِّرْمِذِي: رَوَى مَنْصُوْرٌ هٰذَا الْحَدِيْثَ, عَنْ مُجَاهِدٍ, عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ, وَلَمْ يَذْكُرْ فِيْهِ: (عَنْ طَاوُوْسٍ), وَرِوَايَةُ  الأَعْمَشِ  أَصَحُّ.
- Al-Tirmidzi berkata: Hadits ini diriwayatkan oleh Mansur, dari Mujahid dari Ibnu Abbas, tidak menyebutkannya: ( dari Thawus ), dan riwayat Al a` mash lebih sahih.

Hadis tentang peletakan pelepah kurma di kuburan itu juga di riwayatkan oleh Abu bakrah ( bukan Ibn Abbas ), sanadnya menurut Imam Ahmad dan Abu bakar bin Abu Syaibah sbb:
حَدَّثَنَا وَكِيْعٌ  ،  حَدَّثَنَا اْلأَسْوَدُ بْنُ شَيْبَانَ ، عَنْ بَحْرِ بْنِ مَرَّارٍ ، عَنْ أَبِي بَكْرَةَ ، فَذَكَرَهُ ، لَيْسَ فِيْهِ: عَبْدُ الرَّحْمٰنِ بْنِ أَبِي بَكْرَةَ.
"Meberitahu kami, Waki`, lalu berkata: Bercerita  kepada kami al aswad bin Syaiban dari Bahr  Ben Marrar dari  Abu Bakrah, ia menyebutkan hadis tsb  tanpa menyebut nama Abd Rahman bin Abi Bakrah

Pendapat ulama tentang perawi Bahr bin Marrar  sbb:
ذَكَرَ الْعُقَيْلِى حَدِيْثَهُ عَنْ عَبْدِ الْرَّحْمٰنِ بْنِ أَبِى بَكْرَةَ عَنْ أَبِيْهِ: " مَرَّ بِقَبْريْنٍِ يُعَذَّبَانِ " ،
و قَال: لاَ  يُتَابَعُ عَلَيْهِ.
وَ نَقَلَ الدَّوْلاَبِى فِى " الْكُنَى " ، وَ ابْنُ الْجَارُوْدِ فِى " الضُّعَفَاءِ " أَنَّ يَحْيَى بْن سَعِيْدٍ  قَالَ: رَأَيْتُهُ قَدْ خُوْلِطَ.
وَ قَالَ ابْنُ عَدِى: لاَ  أَعْرِفُ لَهُ حَدِيْثاً مُنْكَراً ، وَ لَمْ أََجِدْ أَحَدًا مِن الْمُتَقَدِّمِيْنَ ضَعَّفَهُ إِلاَّ يَحْيَى بْنَ سَعِيْدٍ فِى قَوْلِهِ: خُوْلِطَ.
و قَال ابْنُ حِبَّانَ فِى " الْمَجْرُوْحِيْنَ ": اخْتَلَطَ بِآخِرِهِ ، حَتَّى كَان لاَ  يَدْرِى مَا يُحَدِّثُ فَاخْتَلَطَ حَدِيْثُهُ ْالأَخِيرُ بِحَدِيْثِهِ الْقَدِيْمِ ، و لَم يَتَمَيَّزْ.
تَرَكَهُ الْقَطََّانُ.
وَ قَالَ الْحَاكِمُ أَبُو أَحْمَدَ: لَيْسَ بِالْقَوِىِّ عِنْدَهُمْ.
و قَال الْنَّسَائِى فِى " الضُّعَفَاء ": تَغَيَّرَ. اهـ.

Al Uqeeli berbicara tentang hadis nya dari  Abdul Rahman bin Abi Bakrah dari ayahnya: "  Rasulullah SAW berjalan ke dua makam yang disiksa,"
Dan berkata : Hadis tsb tiada pendukungnya
وَ نَقَلَ الدَّوْلاَبِى فِى " الْكُنَى " ، وَ ابْنُ الْجَارُوْدِ فِى " الضُّعَفَاءِ " أَنَّ يَحْيَى بْن سَعِيْدٍ  قَالَ: رَأَيْتُهُ قَدْ خُوْلِطَ.

Daulabi mengutip  dalam " al kuna", dan Ibnul  Jaarood dalam "  Ad dhu`afa`" Sesungguhnya Yahya bin Said  berkata:: Aku melihat
dia kabur hapalannya

 Ibnu Adiy berkata: Aku tidak tahu dia meriwayatkan hadis mungkar dan aku tidak menemukan salah satu orang – orang dahulu yang melemahkannya  kecuali Yahya bin Said dalam perkataannya : Dia telah kabur hapalannya

. Ibnu Hibban dalam "Al Majruhin "berkatra: Dia kabur hapalannya waktu ahir hayat, jadi dia tidak tahu hadis yang di sampaikan. Hadis terahir campur aduk dengan hadis yang dulu, sulit di bedakan. Al Qatthan meninggalkannya.

 Al Hakim - Abu Ahmed berkata: Dia ( Bahr bin Marrar )  tidak memiliki hapalan yang kuat.
 Nasa`I berkata  dalam " kitab Dhu`afa` ": Hapalannya telah berobah..

Komentarku ( Mahrus ali )

Jadi hadis peletakan pelapah kurma menurut riwayat Ahmad dan Ibn Abi Syaibah dari Abu bakrah adalah lemah karena ada perawi bernama Bahr bin Marrar.

 Bahr bin Marrar itu perawi tunggal – tiada perawi lain yang meriwayatkan hadis tentang menancapkan kurma di kuburan  menurut riwayat Ahmad dan  Ibn Abi Syaibah dari Abu Bakrah. Dan belum bisa di buat pegangan.
قَوْلُ أَحْمَدَ: إِذَا سَمِعْتَ أَصْحَابَ الْحَدِيْثِ يَقُوْلُوْنَ هٰذَا حَدِيْثٌ غَرِيْبٌ ، أَو فَائِدَةٌ ، فَاعْلَمْ  أَنَّهُ  خَطَأٌ ، أَوْ دَخَلَ عَلَيْهِ حَدِيْثٌ فِي حَدِيْثٍ ، أَوْ خَطَأٌ مِنَ الْمُحَدِّثِ ، أَو حَدِيْثٌ لَيْسَ لَهُ إِسْنَادٌ ، وَإِنْ كَانَ قَد رَوَى شُعْبَةٌ وَسُفْيَانُ ، فَإِذَا سَمِعْتَهُمْ يَقُوْلُوْنَ هٰذَا لاَ شَيْءَ فَاعْلَمْ  أَنَّهُ  حَدِيْثٌ صَحِيْحٌ1
Perkataan Imam  Ahmad: Jika kamu  mendengar ahli hadis  mengatakan hadis  ini ( gharib ) aneh, atau faidah, tahulah bahwa hadis itu salah, atau campur baur antara satu hadis dengan lainnya, atau kesalahan penyampai hadis, atau hadis  tidak memiliki sanad, meskipun diriwayatkan oleh Syu`bah  dan Sufian, jika engkau mendengar mereka mengatakan ini tidak apa-apa, tahulah itu adalah benar..
Ada sanad lagi untuk hadis penancapan pelepah kurma di kuburan  sbb:
وَفِي رِوَايَةٍ لِأَحْمَدَ وَالْطََّبْرَانِي فِي «أَكْبَرِ مَعَاجِمِهِ» مِن حَدِيْثِ عَلَّيٍ بْنِ يَزِيْدٍ ، عَنِ الْقَاسِمِ ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ «إِنَّ الْقَبْرَيْنِ بِالْبَقِيعِ».
وَهُوَ فِي بَعْضِ طُرُقِ الْبُخَارِي « أَنَّهُ  عَلَيْهِ الْسَّلاَ مُ خَرَجَ مِن بَعْضِ حِيْطَانِ (الْمَدِيْنَةِ) فَسَمِعَ صَوْتَ (إِنْسَانَيْنِ) يُعَذَََّانِ فِي قُبُوْرِهِمَا...» الحَدِيثَ.
Bader Munir - (c 2 / p. 347)
Dalam riwayat Ahmad dan al-Tabaraani dalam «Mu'jamnya al kabir »  dari hadits Ali bin Yazid, dari Al Qasim, dari Abu Umamah  « Sesungguhnya  dua Kuburan di alBaqi` ».
  Hadis tsb juga  tercantum  dalam beberapa jalur Imam  Bukhari « Bahwa nabi
 saw keluar dari sebagian  kebun (Medinah ) lalu mendengar suara (dua orang) yang sedang disiksa di kuburan mereka...» Hadis.. Al Badrul munir 347 /2

Komentarku ( Mahrus ali ):
 Setahu saya, tiada yang mencantumkan hadis tsb kecuali  kitab al badrul munir.  Al Qasim menurut Ibnu Hajar sering menyampaikan  hadis – hadis gharib atau lemah. dan hadis itu tidak memiliki hadis lain  yang mendukungnya.
هُوَ مُنْكَرٌ ِلأَحَادِيْثِهِ مُتَعَجَّبٌ مِنْهَا ، قَالَ: وَ مَا أَرَى اْلبَلاَءَ إِلاَّ مِنَ اْلقَاسِمِ
Al Qasim sering meriwayatkan hadis – hadis mungkar  yang aneh juga. Ibnu Hajar berkata: Aku tidak mengerti bala` kecuali dari Al Qasim.
" قِيْلَ كَانَا كَافِرَيْنِ وَبِهِ جَزَمَ أَبُو مُوْسَى الْمَدِيْنِي وَاحْتَجَّ بِمَا رَوَاهُ مِنْ حَدِيْثِ جَابِرٍ بِسَنَدٍ فِيْهِ بْنُ لَهِيْعَةَ: أَن الْنَّبِيَّ - صَلََّى اللهُ  عَلَيْهِ وَسَلََّمَ - مَرَّ عَلَى قَبْرَيْنِ مِن بَنِي النَّجَّارِ هَلَكَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَسَمِعَهُمَا يُعَذََّبَانِ فِي الْبَوْلِ وَالْنَّمِيْمَةِ... قَالَ أَبُو مُوْسَى هٰذَا وَإِنْ كَانَ لَيْسَ بِقَوِيٍّ لَكِنْ مَعْنَاهُ صَحِيْحٌ لِأَنَّهُ مَا لَو كَاناَ مُسْلِمَيْنِ لمَاَ كَانَ لِشَفَاعَتِهِ إِلَى أَن تَيْبَسَ الْجْرِيدَتَان مَعْنًى وَلَكِنَّهُ لَمَّا رَآَهُمَا يُعَذَّبَانِ لَم يَسْتَجِزْ لِلُطْفِهِ وَعَطْفِهِ حِرْمَانَهُمَا مِنْ إِحْسَانِهِ فَشَفَعَ لَهُمَا الَى الْمُدَّةِ الْمَذْكُوْرَةِ "ا هـ.
Al-Hafiz mengatakan dalam " al Fath " (1 / 321):
"Dikatakan mereka berdua ( yang dalam kuburan ) orang-orang kafir Ini adalah pandangan Abu Musa dengan tegas. Beliau berhujjah riwayat dari hadits Jabir dengan sanad yang terdapat  bin Lahi'ah: bahwa Nabi - saw - melewati kuburan  dari anak-anak al-Najjar yang meninggal  dalam jahiliyah. Beliau mendengar mereka disiksa karena air kencing  dan  suka gosip..."
Abu Musa berkata:  Ini sekalipun tidak kuat tetapi maknanya  benar. Jika mereka  Muslim apa gunanya mereka di beri  syafaat sampai dua pelepah kering.  tapi ketika Rasulullah SAW melihat mereka dihukum,  beliau tidak  sampai hati karena beliau sangat belas  kasihan lalu beliau berbuat baik kepada mereka, lalu di berinya safaat sampai masa tersebut.[3]
ثُمَّ قَالَ الْحَافِظُ: " لَكِنَّ الْحَدِيْثَ الََّذِي احْتَجَّ بِهِ أَبُو مُوْسَى ضَعِيْفٌ كَمَا اعْتَرَفَ بِهِ وَقَدْ رَوَاهُ أَحْمَدُ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ عَلَى شَرْطِ مُسْلِمٍ وَلَيْسَ فِيْهِ سَبَبُ الْتَّعْذِيْبِ فَهُوَ مِن تَخْلِيْطِ بِن لَهِيْعَةَ "
Kemudian Al Hafiz berkata: "Tapi hadis yang di buat pegangan  oleh Abu Musa  lemah seperti yang diakuinya. Ia juga  diriwayatkan oleh Ahmad  dengan sanad sahih dan sesuai dengan sarat periwayatan  Muslim. Di situ tidak ada alasan  penyiksaan. Ia sekedar   salah satu kekacauan  hapalan bin Lahi'ah."

فَرَدَّ عَلَيْهِ الْبَدْرُ عَيْنِي - رَحِمَهُ اللهُ  - فِى "عُمْدَة ِالْقَارِى " ( 3 / 121 ) بِقَوْلِهِ:
قُلْتُ:  هٰذَا  مِنْ تَخْلِيْطِ  هٰذَا  الْقَائِلِ ! لِأَن أَبَا مُوْسَي لَم يُصَرِّحْ بِأَنَّهُ ضَعِيْفٌ ، بَلْ قَالَ: هٰذَا حَدِيْثٌ حَسَنٌ وَ إِنْ كَانَ إِسْنَادُهُ لَيْسَ بِقَوِيٍّ. و لَم يَعْلَمْ هٰذَا الْقَائِلُ الْفَرْقَ بَيْنَ الْحَسَنِ وَالْضَّعِيِفِ ، لِأَنَّ بَعْضَهُمْ عَدَّ الْحَسَنَ مَن الْصَّحِيْحِ لاَ  قَسِيْمَهُ ، وَلِذٰالِكَ يُقَالُ لِلْحَدِيْثِ الْوَاحِدِ  أَنَّهُ : " حَسَنٌ صَحِيْحٌ ". وَقَالَ الْتِّرْمِذِيُّ: الْحَسَنُ مَا لَيْسَ فِى إِسْنَادِهِ مَن يُتَّهَمُ بِالْكَذِبِ. و عَبْدُ الْلَّه بْن لَهِيْعَةَ الْمِصْرِي لاَ  يُتَّهَمُ بِالْكَذِبِ ، عَلَى أَنَّ طَائِفَةً مِنْهُمْ قَد صَحَّحُوْا حَدِيْثَهُ وَوَثََّقُوهُ ، مِنْهُم أَحْمَدُ رَضِىَ اللهُ  عَنْهُ " أَهـ.? قُلْتُ رَضِىَ اللهُ  عَنْكَ !
Bader Aini rahimahullah  menjawab, dalam "kitab Umdatul qari" (3 / 121) seraya berkata:
Aku berkata: Ini adalah kebingungan orang yang berpendapat seperti itu ! Karena abu  Musa tidak mengatakan hadis tsb  lemah, tetapi berkata: "Hadits ini hasan sekalipun sanadnya  tidak kuat.

و لَم يَعْلَمْ هٰذَا الْقَائِلُ الْفَرْقَ بَيْنَ الْحَسَنِ وَالْضَّعِيْفِ ، لِأَنَّ بَعْضَهُمْ عَدَّ الْحَسَنَ مَن الْصَّحِيْحِ لاَ  قَسِيْمَهُ
Dan orang itu  tidak tahu perbedaan antara yang hasan dan yang lemah, karena beberapa dari mereka mengganggap hadis hasan sebagai  hadis sahih, bukan bagian dari padanya.

وَلِذٰالِكَ يُقَالُ لِلْحَدِيْثِ الْوَاحِدِ  أَنَّهُ : " حَسَن صَحِيْحٌ ". وَقَالَ الْتِّرْمِذِيُّ: الْحَسَنُ مَا لَيْسَ فِى إِسْنَادِهِ مَن يُتَّهَمُ بِالْكَذِبِ
, Dengan demikian, dikatakan untuk hadis  satu bahwa: ".ia hasan  sahih " Al-Tirmidzi berkata: Hasan itu hadis yang sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta
وَ عَبْدُ اللهِ  بْنُ لَهِيْعَةَ الْمِصْرِي لاَ  يُتَّهَمُ بِالْكَذِبِ ، عَلَى أَنَّ طَائِفَةً مِنْهُمْ قَد صَحَّحُوْا حَدِيْثَهُ وَوَثَّقُوهُ ، مِنْهُم أَحْمَدُ رَضِىَ اللهُ  عَنْهُ " أَهـ.
?
قُلْتُ رَضِى الْلَّه عَنْكَ !
. Dan Abdullah bin Lahi'ah al Misri  tidak dituduh berbohong, segolongan  dari mereka mensahihkan hadisnya  dan percaya kepadanya, termasuk Ahmad ra,.
? Saya katakan semoga Allah meridai Anda!
فَإِن مَا اسْتَظْهَرَهُ الْحَافِظُ مِن تَخْلِيْطِ ابْنِ لَهِيْعَةَ حَقٌّ لاَ  غُبَارَ عَلَيْهِ ، فَقَدْ رُوِيَ هٰذَا الْحَدِيْثُ مِمَّنْ وَقَفْتُ عَلَى رِوَايَتِهِمْ ، لَم يَذْكُرْ وَاحِدٌ مِنْهُمْ: " الْبَوْلَ وَالْنَّمِيْمَةَ " كَمَا ذَكَرَ ابْنُ لَهِيْعَةَ رَحِمَهُ اللهُ  ، Simak
Baca secara fonetik

Apa yang di nyatakan oleh Al hafidh tentang  kabur hapalan Ibnu  Lahi'ah adalah tepat tidak samar lagi,  Hadis itu  juga di riwayatkan dari orang yang saya ketahui, salah satu dari mereka tidak menyebutkan: " air kencing  dan gosip,"  sebagaimana apa yang di sebutkan oleh Ibnu  Lahi'ah rahimahullah.
Komentarku ( Mahrus ali )
Jadi redaksi hadisnya masih kacau belau. Dan ini akan membikin hadis lemah. Karena ada  yang menyebutkan sebab mayat di kuburan di siksa  yaitu karena urin dan gosip. Di saat lain, redaksi itu tidak di sebutkan. Kekacauan redaksi akan membikin hadis tsb tidak bisa  di buat pegangan. Imam Baiquni menyatakan:
وَذُو اخْتِلاَفِ سَنَدٍ أَوْ مَتْنٍ 000000( مُضْطَرِبٌ) عِنْدَ أُهَيْلِ الْفَنِّ
Perbedaan  sanad atau matan ( redaksi ) hadis adalah  termasuk kacau menurut ahli mustholah hadis
Bila benar bahwa penghuni kuburan itu kafir, sudah tentu menunjukkan hadis peletakan kurma  di kuburan itu lemah. Sebab ia bertentangan dengan isi al quran yang menyatakan:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahannam.( At taubah 113)
Kita hanya   di perkenankan untuk mendoakan kepada leluhur yang mukmin dan tidak menjalankan  kesyirikan, sebab kesyrikan adalah dosa yang tidak akan di ampun oleh Allah . Siapapun  yang mendoakan tetap akan di tolak oleh Allah. Dalam  suatu ayat di terangkan:

إِنَّ الله َلاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلاَلاً بَعِيدًا
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. [4]


.

.
أَمَّا قَوْلُ الْعَيْنِي رَحِمَه اللهُ : " قَالَ الْتِّرْمِذِىُّ: الْحَسَنُ مَا لَيْسَ فِى إِسْنَادِهِ... أُلَخ "
فَالْجَوَابُ: أَنَّ مِثْلَ هٰذَا لاَ  يَخْفَي عَلَي مَنْ هُوَ أَدْنَى مِن الْحَافِظ عِلْمًا ، فَضْلاً عَنْهُ وَهُوَ الْعَلَمُ الْمُفْرَدُ فِى هٰذَا الْفَنِّ ، مَعَ أَنَّ قَوْلَ أَبِى مُوْسَى الْمَدَنِي: " هُوَحَدِيْثٌ حَسَنٌ وَ إِنْ كَانَ إِسْنَادُهُ لَيْسَ بِقَوِيٍّ " يَحْتَمِلُ أَكْثَرَ مِنْ تَوْجِيْهٍ. فَيُقَالُ: لَعَلََّّهُ يَقْصِدُ بِقَوْلِهِ " حَدِيْثٌ حَسَنٌ " الْحَسَنُ الْلُّغَوِيُّ لاَ الاِصْطِلاَحِي وَ يُؤَيّدُهُ نَقْلُ الْحَافِظِ عَنْهُ: " هٰذَا وَ إِِنْ كَانَ لَيْسَ بِقَوِيٍّ ، لَكِنْ مَعْنَاهُ صَحِيْحٌ ". وَ إِن اعْتَرَضَ عَلَى ذٰلِكَ بِأَنَّ ْالأَصْلَ فِى اْلإِطْلاَ قِ هُوَ إِرَادَةُ الْمَعْنَى الِاصْطِلاَ حِي ، فَيُحْتَمَل أَنَّهُ أَرَادَ أَصْلَ الْحَدِيْثِ ، وَلَمْ يُرِدْ هَذِهِ الْجُمْلَةَ الَّتِى انْفَرَدَ بِهَا ابْنُ لَهِيْعَةَ ، وَهَذَا ظَاهِرٌ جِدًّا - اِنْ شَاءَ اللهُ  تَعَالَى - وَ لَمْ يَذْكُرْ الْعَيْنِي مُتَابَعَاتٍ ِلابْنِ لَهِيْعَةَ تُؤَيِّدُ دَعْوَاهُ ، مَعَ حِرْصِهِ عَلَى تَعَقُِّبِ الْحَافِظِ وَبَيَانِ خَطَئِهِ عِنْدَهُ ، فَدَلَّ ذَلِكَ عَلَى أَنَّهَا مُجَرَّدُ دَعْوًى ، وَ هِىَ لاَ  تُقْبَلُ فِى مَحَلِّ الْنِّزَاعِ
Jawabannya adalah: Bahwa ini bukan rahasia bagi orang yang lebih rendah dari pada  seorang hafidh, apalagi dia  yang menjadi  bendera satu – satunya dalam fak ini. Pada hal kata Abu Musa al madani:
" يَحْتَمِلُ أَكْثَرَ مِنْ تَوْجِيْهٍ. فَيُقَالُ: لَعَلََّّهُ يَقْصِدُ بِقَوْلِهِ " حَدِيْثٌ حَسَنٌ " الْحَسَنُ الْلُّغَوِيُّ لاَ الاِصْطِلاَحِي وَ يُؤَيّدُهُ نَقْلُ الْحَافِظِ عَنْهُ: "

"Ini adalah hadits hasan, sekalipun sanadnya  tidak kuat" lebih mungkin untuk beberapa pandangan. Dikatakan: mungkin dimaksudkan dengan mengatakan "hadis hasan" menurut arti bahasa  bukan bahasa konvensional. Ia didukung dengan kutipan al hafidh.

: "Ini  tidak kuat, tetapi maknanya adalah benar." Dan ia bertentangan  dengan  fakta bahwa pada prinsipnya secara  umum  adalah kehendak makna terminologi, mungkin bahwa dia ingin makna  asli hadis,

 Dia  tidak menanggapi kalimat ini yang hanya  di kutip oleh Ibn Lahi`ah, dan  ini jelas sekali.  - Insya Allah -  Al aini     tidak menyebutkan hadis – hadis yang mendukung kepada  Ibnu  Lahi'ah yang mendukung klaimnya,

Dan beliau juga suka  mengomentari pernyataan al Hafidh  dan menjelaskan kekeliruannya
ini menunjukkan bahwa itu hanya gugatan belaka ( dakwa belaka ), dan tidak diterima dalam masalah yang dipertentangkan..[5]
.
أَمَّا تَقْوِيَةُ الْبَدْرِ عَيْنِي ِلابْنِ لَهِيْعَةَ وَ تَرْجِيْحِ تَوْثِيْقِهِ بِغَضِّ الْنَّظَرِ عَمَّا قِيْلَ فِيْهِ فَهَذَا كَمَا يَقُوْلُ الْقَائِلُ: " تَخْدِيْشُ فِىِ الرُّخَامِ " !! وَ قَدْ اضْطَرَبَ رَأْيُ الْعَيْنِي فِى ابْن لَهِيْعَةَ و انْظُرْ هَذِهِ الْمَوَاضِعَ مِن " عُمْدَة الْقَارِى " ( 6 / 234 ، 235 و 9 / 211 ، 214 و 10/ 107 ، 239 و 11 / 234 و 25/ 44 ) و انْظُر تَمَامَ الْبَحْثِ فِى " صَفْوِ الْكَدِرِ " وَهُو عَلَى وَشَكِ الْتَّمَامِ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ.
Penguatan Al-Bader aini  terhadap Ibnu  Lahi'ah  dan mentarjih untuk kepercayaan terhadap Ibn Lahi`ah  terlepas dari apa yang dikatakan kepadanya,  Ini  sebagaimana   di katakan orang: "  Goresan  dalam marmer!" Dan pendapat al aini tentang Ibnu lahiah sendiri kacau. lihatlah  di tempat-tempat dari " Kitab Umdatul qari " (6 / 234 235, 9 / 211 214 10 / 107 239 dan 11/234 dan 25/44) dan lihatpula  bahasan tersebut dengan sempurna   " kitab Shofwul kadir "yang di ambang selesai, dan segala puji bagi Allah

Komentarku ( Mahrus ali )
Bila telah jelas bahwa Ibnu Lahi`ah dalam menyebut redaksi Urin dan gosip itu secara sendirian, maka lebih  baik di tolak. Karena identitas beliau masih di pertentangkan untuk di terima atau tidak. Apalagi bila menyendiri, artinya kalau ada hadis lain yang mendukung kita akan menerima pendukungnya itu. Bila pendukungnya itu sama lemahnya, juga sama tertolak. Bila jelas Ibn Lahi`ah meriwayatkan secara sendirian, maka tertolak.
Dari perawi terpercaya saja bila  secara sendirian tertolak,apalagi dari perawi yang identitasnya  masih kabur.
وَإِطْلاَقُ الْحُكْمِ عَلَى التَّفَرُّدِ بِالرَّدِّ وَالنَّكَارَةِ أَوِ الشُّذُوْذِ مَوْجُوْدٌ فِي كَلاَمِ كَثِيْرٍ مِنْ أَهْلِ الْحَدِيْثِ
 Mengghukumi perawi yang secara sendirian meriwayatkan agar riwayatnya  tertolak, dikatakan mungkar, syadz memang ada dlm perkataan kebanyakan ahli hadis. Ulumul hadis 12/1
Dalam  Faidhul bari terdapat keterangan sbb:
ثُمَّ إِنَّ الْحَافِظَيْنِ بَحَثَا فِي هَاتَيْنِ الْقِصَّتَيْنِ أَنَّهُمَا اثْنَتَانِ أَوْ وَاحِدَةٌ، وَمَالَ الْحَافِظُ رَحِمَهُ اللهُ  تَعَالَى إِلَى الْتَّعَدُّدِ، وَقَالَ: إِنَّ مَا فِي الْبَابِ قِصَّةَ الْمُسْلِمَيْنِ فِي الْمَدِيْنَة، وَمَا فِي أَوَاخِرِ مُسْلِمٍ قِصَّةُ الْكَافِرَيْنِ فِي سَفَرٍ، وَإِلْتِزَامِ تَخْفِيْفِ الْعَذَابِ عَنِ الْكَافِرِ مَعَ عَدَمِ الْنَّجَاة. وَذَهَبَ الْشَّيْخُ الْبَدْرُ الْعَيْنِي إِلَى الْوَحْدَةِ.
Selain itu,  Sesungguhnya dua  hafidh telah membahas  dalam dua cerita itu bahwa ia   dua atau satu kasus,Hafiz  rahimahullah taala  condong kepada pluralitas ( dua kasus ). Beliau mengatakan: "Apa yang di bab ini adalah  kisah dua Muslim di Medinah, dan pada akhir sahih Muslim, adalah kisah dua kafir dalam perjalanan, dan komitmen untuk mengurangi hukuman dari kafir dengan masih tetap di neraka ( tidak selamat ). Sheikh Al-Bader al aini berpendapat, kasus itu satu.[6]

 Komentarku ( Mahrus ali )
Hadis tersebut juga di riwayatkan oleh Imam Bukhari dan di jeladkan juga bahwa kasus itu terjadi di Medinah atau di Mekkah , hadisnya sbb:
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ قَالَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ  عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَائِطٍ مِنْ حِيطَانِ الْمَدِينَةِ أَوْ مَكَّةَ فَسَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِي قُبُورِهِمَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ  عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ ثُمَّ قَالَ بَلٰى كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ  يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ وَكَانَ الآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ دَعَا بِجَرِيدَةٍ فَكَسَرَهَا كِسْرَتَيْنِ فَوَضَعَ عَلَى كُلِّ قَبْرٍ مِنْهُمَا كِسْرَةً فَقِيلَ لَهُ يَا رَسُولَ اللهِ  لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ تَيْبَسَا أَوْ إِلَى أَنْ يَيْبَسَا
Dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melewati sebuah tembok di Madinah atau Makkah lalu beliau mendengar suara dua orang yang sedang disiksa dalam kubur mereka, maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda: (( sesungguhnya mereka berdua sedang disiksa dan tidaklah mereka disiksa karena satu perkara besar, kemudian beliau berkata: benar karena perkara besar, yaitu satu seorang dari mereka tidak menjauhi manusia atau tidak bersih ketika buang air kecil, dan yang lain selalu mengadu domba, lalu beliau meminta pelepah kurma dan membelahnya dan meletakkannya pada setiap kuburan, lalu beliau ditanya: kenapa anda melakukan itu Ya Rasulullah? beliau berkata: mudah-mudahan mereka diringankan siksanya selama pelepah itu masih basah )) HR Imam Bukhari dan Muslim.

Dan tiafa keterangan mayat muslim atau kafir dan ada lagi yang menyatakan saat itu Rasulullah SAW di Medinag sebagaimana hadis sbb: 

حَدَّثَنَا ابْنُ سَلاَ مٍ أَخْبَرَنَا عُبِيْدَةُ بْنُ حُمَيْدٍ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ  عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ بَعْضِ حِيطَانِ الْمَدِينَةِ فَسَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِي قُبُورِهِمَا فَقَالَ يُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ وَإِنَّهُ لَكَبِيرٌ كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ  يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَكَانَ الآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ دَعَا بِجَرِيدَةٍ فَكَسَرَهَا بِكِسْرَتَيْنِ أَوْ ثِنْتَيْنِ فَجَعَلَ كِسْرَةً فِي قَبْرِ هَذَا وَكِسْرَةً فِي قَبْرِ هَذَا فَقَالَ لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
58.83/5595. Telah menceritakan kepada kami Ibnu Salam telah mengabarkan kepada kami 'Abidah bin Humaid Abu Abdurrahman dari Manshur dari Mujahid dari Ibnu Abbas dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah keluar dari salah satu kebun yang ada di Madinah, lalu beliau mendengar suara dua orang yang sedang di siksa di kuburnya, setelah itu beliau bersabda: Tidaklah keduanya di siksa karena dosa besar namun hal itu adalah perkara yang besar, salah satu darinya adalah tidak bersuci dari kencingnya sedangkan yang lain selalu mengadu domba. Kemudian beliau meminta sepotong pelepah kurma yang masih basah. Beliau membelahnya menjadi dua, sepotong beliau tancapkan di kuburan yang satu dan sepotong di kuburan yang lain. Beliau kemudian bersabda: 'Semoga ini bisa meringankan siksa keduanya selagi belum kering.'
  Bila untuk mendoakan mayat kafir jelas terlarang oleh ayat sbb:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahannam.( At taubah 113)
Untuk keringanan siksa bagi kafir ada ayat husus  sbb:
قَالَ ادْخُلُوا فِي أُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ مِنَ الْجِنِّ وَاْلإِنْسِ فِي النَّارِ كُلَّمَا دَخَلَتْ أُمَّةٌ لَعَنَتْ أُخْتَهَا حَتَّى إِذَا ادَّارَكُوا فِيهَا جَمِيعًا قَالَتْ أُخْرَاهُمْ لِأُولاَ هُمْ رَبَّنَا هَؤُلاَ ءِ أَضَلُّونَا فَآتِهِمْ عَذَابًا ضِعْفًا مِنَ النَّارِ قَالَ لِكُلٍّ ضِعْفٌ وَلَكِنْ لاَ  تَعْلَمُونَ(38)
Allah berfirman: "Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu. Setiap suatu umat masuk (kedalam neraka), dia mengutuk kawannya (yang menyesatkannya); sehingga apabila mereka masuk semuanya berkatalah orang-orang yang masuk kemudian di antara mereka kepada orang-orang yang masuk terdahulu: "Ya Tuhan kami, mereka telah menyesatkan kami, sebab itu datangkanlah kepada mereka siksaan yang berlipat ganda dari neraka". Allah berfirman: "Masing-masing mendapat (siksaan), yang berlipat ganda, akan tetapi kamu tidak mengetahui".Al a`raf 38
Tentang peringanan siksaan Abu Thalib karena doa nabi akan kita bahas dalam bab tersendiri.

- حَدَّثَنَامُحَمَّدٌ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ جَعْفَرَ الْوَكِيْعِيِّ الْمِصْرِيِّ ، نَا عَلِيٌّ بْنُ جَعْفَرَ ْالأَحْمَرُ ، نَا عُبَيْدَةٌ بْنُ حُمَيْدٍ ، عَنْ مَنْصُوْرٍ ، عَنْ أَبِي وَائِلٍ ، عَنْ مَسْرُوْقٍ ، عَنْ عَائِشَةَ ، قَالَتْ: مَرَّ الْنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ  عَلَيْهِ وَسَلَّّمَ بِقَبْرَيْنِ يُعَذَّبَانِ ، فَقَالَ: « إِنَّهُمَا يُعَذَّبَانِ ، وَمَا يُعَذََّبَانِ فِي كَثِيْرٍ ، كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ  يَسْتَنْزِهُ مِن الْبَوْلِ ، وَكَانَ الآخَرُ يَمْشِي بِالْنَّمِيْمَةِ » فَدَعَا بِجَرِيدٍ رَطْبٍ فَكَسَرَهُ ، فَوَضَعَ عَلَى هَذَا ، وَعَلَى هَذَا ، وَقَالَ: « لَعَلََّهُ أَنْ يُخَفََّفَ عَنْهُمَا حَتَّى يَيْبَسَا (1) » « لَم يَرْوِ هَذَا الْحَدِيْثَ عَنْ مَنْصُوْرٍ إِلَّا عُبَيْدَةُ بْنُ حُمَيْدٍ ، تَفَرَّدَ بِهِ عَلِيٌّ بْن جَعْفَرَ ْالأَحْمَرِ »

Bercerita kepada kami Muhamamad bin Ahmad bin Jaafar Al waki`I al Misri, lalu berkata: Bercerita  kepada kami  Ali bin Jaafar al-Ahmar, lalu berkata: Bercerita  kepada kami  Obeida bin Humaid, dari Mansur, dari  Abu Wael, dari Masruq dari  Aisya,
berkata: Nabi saw lewat dua kuburan yang sedang disiksa, katanya: «Mereka sedang dihukum, dan tidak disiksa dalam hal banyak.  Salah  salah satu dari mereka tidak membersihkan diri  dari air seni, dan  lainnya berjalan dengan gosip. Rasulullah SAW minta di ambilkan  tangkai daun yang  basah. Lalu di potong, lalu di letakkan pada kuburan ini  dan  kuburan ini  dan berkata:«  Harapan bahwa itu dapat mengurangi siksaan mereka  kedua tangkai mengering

 Tidak meriwayatkan hadis  ini   dari  Mansour kecuali  Ubaida bin Humaid,  dan  Ali bin Jaafar al ahmar meriwayatkannya secara sendirian  »[7]


Komentarku ( Mahrus ali )
 Sudah sering saya katakan, bahwa hadis yang di riwayatkan oleh satu orang tetap tertolak dan kami  hanya menggunakan hadis sahih.  Sanad tersebut juga sanad  tunggal, jadi gharib sekali -  Dan saya juga tidak menjumpai riwayat hidup Ali bin Ja`far al ahmar dalam kitab – kitab biografi  perawi hadis.

Ada juga jalur lain, yaitu  dari jalur Ya`la bin Sababah  sbb:
وَقَالَ عَبْدٌ بْنٌ حُمَيْدٍ ، ثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، ثَنَا حَمَّادٌ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَاصِمٍ بْنِ بَهْدَلَةَ، عَنْ حَبِيْبٍ بْنِ أَبِي جُبَيْرَةَ عَنْ يَعْلَى بْن سِيَابَةَ "أَنَّ الْنَّبِيَّ - صَلَّى اللهُ  عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - مَرَّ بِقَبْرٍ يُعَذََّبُ صَاحِبُهُ، فَقَالَ: إِِنَّ صَاحِبَ هَذَا الْقَبْرِ يُعَذََّبُ فِي غَيْرِ كَبِيْرَةٍ، ثُمَّ دَعَا بِجَرِيْدَةٍ فَوَضَعَهَا عَلَى قَبْرِهِ، وَقَالَ: لَعَلَّهُ يُخَفَّفُ عَنْهُ مَا كَانَتْ رَطِبَةً".
هَذَا إِسْنَادٌ رِجَالُهُ ثِقَاتٌ، حَبِيْبٌ بْنُ أَبِي جُبَيْرَةَ ذَكَرَهُ ابْنُ حِبَّانَ فِي الْثِّقَاتِ، وَبَاقِي رَِجَال اْلإِسْنَادِ ثِقَاتٌ.
 Abed Bin Humaid, Bercerita kepada kami  Sulaiman bin Harb, lalu berkata: Bercerita  kepada kami  Hammad bin Salamah dari Aasim bin Bahdalah, dari Habib bin Abi Jubairah dari Ya`la bin Sababah 
"Bahwa Nabi - saw – berjalan menjumpai  kuburan  penghuninya disiksa, lalu berkata:" Penghuni  kuburan ini di siksa bukan karena dosa besar.  Kemudian minta di ambilkan tangkai  dan meletakkan di kuburnya, dan berkata:. Semoga siksaannya di peringan selama tangkai ini masih basah

Ini sanad yang perawi – perawinya  dapat dipercaya, Habib bin Abi Jubairah  telah disebutkan oleh Ibnu  Haban  sebagai perawi terpercaya, dan perawi lainnya  juga bisa dipercaya..[8]

  Komentarku ( Mahrus ali )


وَقَالَ عَبْدٌ بْنٌ حُمَيْدٍ ، ثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، ثَنَا حَمَّادٌ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ عَاصِمٍ بْنِ بَهْدَلَةَ، عَنْ حَبِيْبٍ بْنِ أَبِي جُبَيْرَةَ عَنْ يَعْلَى بْن سِيَابَةَ
Hadis tsb lemah bahkan palsu karena ada perawi bernama Habib bin Abi Jubairah

Dalam kitab “Man lahu riwayah fii musnad  Ahmad “di jelaskan  sbb:

حَبِيْبٌ بْنُ أَبِي جُبَيْرَةَ عَنْ يَعْلَى بْنِ سِيَابَةَ وَعَنْهُ عَاصِمٌ بْنُ بَهْدَلَةَ مَجْهُوْلٌ
  Habib bin Abu hamzah dari Ya`la bin Siyabah, lalu dari beliau di terima oleh Ashim bin Bahdalah  - Habib adalah perawi tak di kenal identitasnya. [9]
Komentarku ( Mahrus ali )
Biasanya perawi hadis yang majhul,  hadisnya palsu. Karena itu hadis tsb di singkirkan saja. dan kita gunakan hadis yang sahih.
عَنْ عَبْدِ اللهِ  بْنِ مُّحَمَّدٍ بْنِ عُمَرَ بْنِ عَلٍى عَنْ أَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ عَنْ عَلِى بِنِ أَبِى طَالِبٍ قَال: مَرَّ الْنَّبِىُّ - صَلََّى اللهُ  عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - بِقَبْرَيْنِ يُعَذَّبَانِ فَقَالَ إِنَّهُمَا يُعَذََّبَانِ وَمَا يُعَذََّبَانِ فِى كَبِيْرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَتَنَزَّهُ مِنْ بَوْلِهِ وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِى بِالْنَّمِيْمَةِ (ابْنُ عَسَاكِرَ)
Dari Abdullah bin Muhammad bin Umar bin Ali dari ayahnya dari kakeknya, Ali bin Abi Thalib berkata: Nabi - saw –melewati  dua kuburan yang sedang disiksa,

Lalu katanya: Mereka sedang disiksa dan  tidak  disiksa  karena dosa besar, tapi salah satunya tidak membersihkan  air seni dan yang lainnya berjalan dengan  gosip  [ Kanzul ummal  27 289] Diriwayatkan oleh Ibnu Asakir (36/201)
أَخْرَجَه الْجَمَاعَة إِلَّا الْمُوَطَّأ ، وَانْتَهَت رِوَايَة الْتِّرْمِذِي عِنْد قَوْلِه: « مِن بَوْلِه ».
Diriwayatkan oleh kelompok ahli hadis kecuali al-Muwatta, dan berakhir pada riwayat   al-Tirmidzi di perkataan  « dari urinnya ».[10]
Komentarku ( Mahrus ali )

-     و قَالَ ابْنُ الْقَطََّانِ: حَالُهُ مَجْهُوْلٌ ، لَكِنْ زَعَمَ أَنَّهُ مُحَمَّدٌ بْن عُمَرَ بْنِ عَلِىٍّ بْنِ الْحُسَيْنِ بْنِ عَلِىٍّ بِنِ أَبِى طَالِبٍ ، وَ أَظُنُّهُ وَهِمَ فِى ذَلِكَ. اهـ.
قَالَ الْحَافِظُ فِى "تَقْرِيْبِ الْتَّهْذِيْبِ" ص /498:
رِوَايَتُهُ عَنْ جَدِّهِ مُرْسَلَةٌ. اهـ.هُو الْمَدَنِي
Ibn al-Qattan berkata: Status Muhammad bin Umar tidak diketahui, tetapi Ibn Al Qatthan  menyatakan bahwa dia adalah Muhammad bin Umar bin Ali bin Al-Hussein Bin Ali bin Abi Thalib, dan saya pikir dia  keliru tentang hal itu..
Al-Hafiz mengatakan dalam  " Taqribut tahdzib" / 498:
 Riwayatnya  dari kakeknya  Adalah mursal ( lemah ). Mausuah ruwatil hadis 5170.
    Untuk sanad hadis tsb sbb:
عَنْ عَبْدِ اللهِ  بْنِ مُّحَمَّدٍ بْنِ عُمَرَ بْنِ عَلٍى عَنْ أَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ عَنْ عَلِى بِنِ أَبِى طَالِبٍ
  Sanad  itu gharib sekali, dan tidak saya jumpai kecuali  dalam kitab Syuabul iman. 216/19
Anehnya lagi hadis tsb tidak di kenal oleh Imam Malik

Sanad hadis di kutubut tis`ah yang di nilai sahih  dari  dua orang yaitu Manshur atau al a`masy, tiada lagi. Jadi ujung – ujungnya, hadis tsb  dari dua perawi itu  di kubut tids`ah Lihat  sanadnya  sbb:.
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ قَالَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
 Bercerita kepada kami  Utsman lalu berkata: Bercerita  kepada kami  Jarir  dari Mansur dari Mujahid dari Ibnu Abbas mengatakan……………………….

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَازِمٍ قَالَ حَدَّثَنَا ْالأَعْمَشُ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ طَاوُسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
Bercerita kepada kami Muhammad bin  Muthanna lalu berkata: Bercerita  kepada kami Muhammad bin Khazim, lalu berkata: Bercerita  kepada kami Al a`masy dari  Mujahid  dari Tawoos dari Ibnu Abbas mengatakan …………………….
قَالَ  التِّرْمِذِي: رَوَى مَنْصُوْرٌ هٰذَا الْحَدِيْثَ, عَنْ مُجَاهِدٍ, عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ, وَلَمْ يَذْكُرْ فِيْهِ: (عَنْ طَاوُوْسٍ), وَرِوَايَةُ  الأَعْمَشِ  أَصَحُّ.
- Al-Tirmidzi berkata: Hadits ini diriwayatkan oleh Mansur, dari Mujahid dari Ibnu Abbas, tidak menyebutkannya: ( dari Thawus ), dan riwayat Al a` mash lebih sahih.
Paling mengherankan mengapa Imam Malik tidak mengetahui hadis tsb.
Thawus perawinya itu bukan orang Medinah, tapi persia yang bertempat tinggal di Yaman.
Lalu Mujahid adalah orang Mekkah. Dia menerima hadis itu bukan dari orang Medinah atau Mekkah tapi dari orang Yaman.
Lalu Mansur sebagai murid Mujahid  dari Kufah – Irak. Jadi Mujahid  tidak memberikannya  kepada orang Mekkah tapi di berikan hadis itu kepada orang Irak. Dan seterusnya ………….
Ini ada sanad Al a`masy sbb:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَازِمٍ قَالَ حَدَّثَنَا ْالأَعْمَشُ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ طَاوُسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
Bercerita kepada kami Muhammad bin. Muthanna lalu berkata: Bercerita  kepada kami Muhammad bin Khazim, lalu berkata: Bercerita  kepada kami Al a`masy dari  Mujahid  dari Tawoos dari Ibnu Abbas mengatakan …………………….( HR Bukhari )

Mujahid yang dari Kufah, lalu memberikan hadis tsb bukan kepada penduduk Mekkah tanpi kepada penduduk Kufah saja yang bernama Al a`masy. Dan seluruh periwayatan  hadis tentang Rasulullah SAW menancapkan tangkai kurma itu hanya dari Al a`masy baik  di kutubut tis`ah atau lainnya  yang di anggap sahih oleh Al bani.
Berhubung hadis tersebut termasuk melalui jalur perawi yang  secara sendirian meriwaayatkan hadis tsb  maka  termasuk  di katakan lemah oleh kebanyakan ulama  ahli hadis. Lihat kata mereka sbb:
وَإِطْلاَقُ الْحُكْمِ عَلَى التَّفَرُّدِ بِالرَّدِّ وَالنَّكَارَةِ أَوِ الشُّذُوْذِ مَوْجُوْدٌ فِي كَلاَمِ كَثِيْرٍ مِنْ أَهْلِ الْحَدِيْثِ
 Mengghukumi perawi yang secara sendirian meriwayatkan agar riwayatnya  tertolak, dikatakan mungkar, syadz memang ada dlm perkataan kebanyakan ahli hadis. Ulumul hadis 12/1
    Jadi hadis yang di riwayatkan oleh satu orang  itu dianggap mungkar, tertolak, bahkan Syadz oleh kebanyakan ahli hadis. Memang  hadis tsb melalui beberapa jalur tapi lemah. Dan kami hanya memperhatikan hadis yang  sahih dan sanadnya baik. Ini lebih tepat untuk mendapat prioritas  dari pada lainnya . Sebagian kita  masih menyatakan sahih  suatu hadis karena di dukung oleh banyak hadis daif. Ini salah kaprah.
Dalam  Al baiquniah di jelaskan sbb:
وَقَالَ بَعْضُهُم فِي تَعْرِيْفِ الْمُنْكَرِ: هُوَ مَا انْفَرَدَ بِهِ وَاحِدٌ لاَ  يَحْتَمِلُ قَبُوْلُهُ إِذَا تَفَرَّدَ0
إِذَا هُو الْغَرْيِبُ إِذَا كَانَ رَاوِيْهِ ضَعِيْفاً، وَعَلَى هَذَا الْتَّعْرِيْفِ وَهُو الََّذِي مَشَى عَلَيْه الْمُؤَلِّفُ فَيَكُوْنَ الْمُنْكَرُ هُوَ الْغَرْيِبَ، وَهُوَ مَرْدُوْدٌ حَتَّى لَو فُرِضَ أََنَّ لَهُ شَوَاهِدَ مِِنْ جِنْسِهِ، فَإِنَّهُ لاَ  يَرْتَقِي إِلَى دَرَجَةِ الْحَسَنِ، وَذَلِكَ لِأَن الضَّعِيْفَ فِيْهِ مُتَنَاهِي،
Beberapa dari ulama mengatakan dalam definisi hadis mungkar: Hadis yang  di riwayatkan oleh seorang perawi secara  sendirian dan belum bisa di terima bila dia  sendirian
Jika perawinya  lemah maka  hadis di katakan gharib, dan ini adalah definisi yang cocok dengan penulis. Jadi  hadis mungkar adalah hadis yang gharib ia tertolak  sekalipun  ada kemungkian memiiliki pendukung  yang sejenis.Ia  tidak mengangkat  ke tingkat yang hasan, karena sangat  lemah,. Al Baiqunia 72/1
 Hadis tersebut juga bertentangan dengan ayat al quran sbb:
لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحاً فِيمَا تَرَكْتُ كَلاَّ  إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِن وَرَائِهِم بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ
23.100. agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka dibangkitkan. Al-Mu'minun (23): 100
وَقَالَ مُجَاهِدٌ: الْبَرْزَخُ الْحَاجِزُ مَا بَيْن الدُّنْيَا وَالآخِرَة
Mujahid berkata:  Barzah adalah penghalang antara dunia dan akhirat . Tafsir Ibnu katsir 420/10

Karena ayat itu, maka dunia dan alam kubur sudah tidak ada hubungan lagi kecuali kirim doa  dan apa yang terjadi di sana tidak bisa di dengar oleh manusia. Hadis itu juga bertentangan dengan ayat yang menyatakan Fir`aun tidak mengalami siksaan kecuali neraka di tampakkan kepadanya  sebagaimana ayat:
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا ءَالَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ
Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir`aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras”.[11]
Begitu juga ayat yang menyatakan mayat sama tidur, kafir maupun mukmin sbb:
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَإِذَا هُمْ مِنَ ْالأَجْدَاثِ إِلَى رَبِّهِمْ يَنْسِلُونَ قَالُوا يَاوَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا هَذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ  إِنْ كَانَتْ إِلاَّ  صَيْحَةً وَاحِدَةً فَإِذَا هُمْ جَمِيعٌ لَدَيْنَا مُحْضَرُونَ
Dan ditiuplah sangkakala, maka tiba-tiba mereka ke luar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan merekaMereka berkata: "Aduh celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?" Inilah yang dijanjikan (Tuhan) Yang Maha Pemurah dan benarlah Rasul-rasul (Nya). Tidak adalah teriakan itu selain sekali teriakan saja, maka tiba-tiba mereka semua dikumpulkan kepada Kami[12]
Dalam kitab al baitsul hatsis ……………………… 10/1 ada keterangan sbb:

الْبَاعِثُ الْحَثِيْثُ فِي اخْتِصَارِ عُلُوْمِ الْحَدِيْثِ - (ج 1 / ص 10)
مَعْرِفَةُ الْمَوْضُوْعِ الْمُخْتَلَقِ الْمَصْنُوعِ
وَعَلَى ذَلِكَ شَوَاهِدُ كَثِيْرَةٌ: مِنْهَا إِقْرَارُ وَضْعِهِ عَلَى نَفْسِهِ، قَالاً أََوْ حَالِاً، وَمِنْ ذَلِكَ رَكَاكَةُ أَلْفَاظِهِ، وَفَسَادُ مَعْنَاهُ، أَو مُجَازَفَةُ فَاحِشَةٍ، أَو مُخَالَفَةٌ لِمَا ثَبَتَ فِي الْكِتَابِ وَالْسُّنَِّةِ الْصَّحِيْحَة.
Pengetahuan tentang hadis palsu yang  di buat – buat.
 Untuk mengetahui kepalsuan  suatu hadis banyak  bukti: termasuk pengakuan orang yang membikin hadis palsu itu baik secara lisan atau kondisinya  di ketahui bahwa  dialah yang tertuduh  untuk membuat hadis palsu.
 kata-katanya kasar
Makna nya jelek
Terlalu cabul,
Pelanggaran  terhadap al quran dan sunnah Rasul   Al baitsul hasis 10/11





[1] Sahih  Bukhori
[2] Ahkamul janaiz 201/1
[3] Tanbihul hajid 45/7
[4] Annisa` 116
[5] Tanbihul hajid 47/7
[6] Faidhul bari 458/1
[7]  Mu`jam ausat  331/14
[8] Ithaful khiyarah 72/1
[9] Man lahu riwayah 81/1
[10]  Jamiul ushul  (c 1 / p. 8797)

[11] Ghofir 46
[12] Yasin 51-53
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pesan yang baik, jangan emosional.Bila ingin mengkeritisi, pakailah dalil yang sahih.Dan identitasnya jelas. Komentar emosional, tidak ditayangkan